Cerita “anak Cicak” ini tak jauh berbeda dari wak
saleh” hanya berbeda versi dan ceritanya… lebih tepatnya beda topik saja, kalau
“wak saleh” lebih ke kelompok anak- anak di Dusun Lemang, kalau “anak cicak” di
awali dari beberapa tokoh orang – orang tua yang luar biasa menurut saya dan rekan – rekan pengajar
muda.. di harapkan membaca dengan khusuk ya.. ini cerita aslinya dan semoga
menginspirasi para pembaca.
Lagu “anak cicak” ini berasal dari Desa Rantau lansat sendiri, di iringi oleh alat – alat music tradisional seperti gambus (kecapi) dan gendang yang dari bambu. Gambus (Kecapi) yang tak jauh persis dengan alat tradisional di Kalimantan menjadi icon bagi desa mereka sendiri, kalau gendangnya seperti alat tradisional di Papua tetapi ukurannya yang hanya satu ruas bambu besar. Pokok nya unik lah dan dengan suara merdu di mainkan dari tenaga ahli professional… (seperti melakukan adegan berbahaya saja…) heheheh, hanya dengan bakat serta jiwa seni tingkat tinggi bisa memainkannya, kenapa tidak pada alat–alat tradisional ini tidak terdapat kunci nada ataupun tangga nada, hanya kekuatan insting dan perasaan untuk bisa memainkan alat musik tradisional Rantau Lansat ini (dari 35 jumlah pengajar muda USM, hanya reza yang bisa memainkan karena mempunyai bakat di bidang musik dan seni).
Sebenarnya lagu “anak cicak” tersebut bukan
hanya sekedar lagu biasa tapi setiap bait, serta kata–kata penuh dengan kata
nasehat dari adat Suku Melayu Tua di
sana dan juga menjadi petuah – petuah yang di sampaikan oleh para petua (adat) di
Rantau Lansat melalui lagu, masih banyak lagu yang di
ciptakan oleh tetua adat di sana, (tunggu saja buku selanjutnya, insyaallah
sedang dalam proses) dan lagu
ini juga menjadi hiburan jika ada seperti festival, pesta, dll.
Para pemain dari alat–alat musik tradisional ini cukup banyak (maksudnya bukan seluruh masyarakat
di Desa Rantau Lansat) tetapi rata–rata dari setiap Dusun ada saja orang–orang
tua yang bisa memainkan seperti perwakilanlah karena tidak mudah
untuk menggunakan (saya ingatkan lagi), sebut saja di dusun lemang ada pak tuo
(tatong) atau nama asli beliau Bapak Syafarudin, kalau di dusun benganyauan ada
bapak Suboh, dan ibu Maria,, tapi kita bahas pak Tuo dulu.. kalau untuk bapak Suboh dan ibu Maria ini tidak saya
uraikan secara karena selama ini saya belum berjumpa secara langsung, padahal
sudah beberapa kali ke Dusun Benganyauan dengan berjalan kaki ke sana (lumayan
lah + 1 Jam dari Dusun Lemang). Langsung biasanya depan rumah beliau
menjadi tempat istirahat kami. (belum rezeki saya untuk berjumpa karena beliau
sering berada di ladang) .
Tokoh Pertama (Pendidikan)
Pak Tuo, panggilan Pak “Taktung” , Nama Asli
Syafaruddin
Nama panggilan “Pak tuo” yang menjadi kebiasaan
untuk beliau oleh masyarakat Desa Rantau
Lansat, berhubung beliau juga sudah tua,
jadi wajar saja di panggil mengingat umurnya, ada juga biasa di panggil pak “taktung”,
kalau yang ini kami belum dapat apa makna yang tersirat dari panggilan tersebut
(tapi, kalau di analisa seperti ritme alat tradisional seperti gendang, coba
anda perhatian jika memukul alat kesenian ini dengan dua bunyi dasar “tak”
“tung”). Tetapi pak tuo bagi kami dari pengajar muda Uin Suska Mengajar seorang
pahlawan walaupun sudah tua tetapi
menjadi inspirasi bagi kami di UIN suska Mengajar jilid II, dengan hanya
mengecam Sekolah Rakyat (SR) hanya 6 bulan
dan pernah di masukkan ke jeruji besi dengan fitnah, dikarenakan keterbelakangan
pendidikan juga, dan setelah keluar dari fitnah ini sehingga menjadi motivasi terbesar beliau, dan
beberapa kisah – kisah yang beliau alami dulunya, Alhamdulillah.. sampai saat
ini beliau bersama masyarakat setempat sudah bisa mendirikan 3 sanggar belajar
(Dusun Datai, Sadan, nunusan), (dukungan dari PKHS dan TNBT) dan yang terakhir
tahun 2014 ini akan di bangun pada Dusun benganyauan dan dari UIN suska
mengajar juga membantu secara sebisanya dan menjadi impian bagi kita juga untuk
mengabarkan kabar gembira ini kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwasanya di Provinsi
yang kaya ini masih banyak anak – anak yang mempunyai semangat tinggi untuk
mendapatkan pendidikan, melihat dari 3 (tiga) sanggar yang telah di bangun
berkat hasil swadaya masyarakat tetapi dengan seminimnya fasilitas, hanya
berdinding kan papan dan beratapkan daun enau dan seng, tetapi semangat beliau
untuk melunasi janji kemerdekaan serta dari perjalanan hidup yang beliau alami, cita – cita beliau untuk membuat
anak–anak Suku Melayu Tua dan Talang Mamak Batang Gansal ini bisa pintar dan
pandai, terutama bisa membaca dan menulislah pokoknya, (beliau datang ke rumah – rumah warga di dusun sana dahulunya untuk
mengajak membangun sekolah), dan beliau juga yang bekerja dari PKHS
(Program Konservasi Harimau Sumatra) yang kalau di hitung gaji mungkin sangat
jauh berbanding dengan PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang ada di pekanbaru lah. (bukan maksud saya untuk meminta kepada Pemkab menaikkan
gaji beliau. Tapi ini lah semangat beliau)
Bukan mudah untuk mengajak
masyarakat selama ini yang hidup di tinggalkan untuk membangun sekolah
(pendidikan), dari dahulu masyarakat di sana hidup dengan alam dan hutan yang
ada, ajaran dari nenek moyang mereka dan peninggalan itu yang membuat mereka dahulunya
menolak ajakan pak Tuo. Tapi itu tak menyurutkan semangat beliau untuk terus
mengajak membangun sekolah, bayangkan dari tahun 2001 beliau berjalan kaki dan menyeberangi
sungai untuk sampai di Dusun-dusun, butuh proses dan waktu
yang cukup begitu dan walaupun mengalami
sedikit cacian dan amarah dari beberapa orang warga kepada beliau tapi, inilah
sosok beliau yang saya salut., bisa meredam amarah orang (ntah ilmu apa yang
beliau amalkan, sepertinya masih harus lama – lama di sana untuk belajar) hehehe
Sumber : Dok, UIN Suska Mengajar)
Sebelum kita menceritakan lebih lanjut tentang beliau, bisa di lihat dulu lebih jelas orangnya bagaimana ya… kalau yang sedikit membelakangi wajah beliau sehingga saya yakin para pembaca tidak bisa melihat wajah beliau !! hehehe (para pembaca jangan heran kenapa saya tulis seperti ini karena tanpa sadar para pembaca juga ikut membaca dari atas sampai selesai kisah ini, menandakan para pembaca mulai serius dengan buku ini) terima kasih .. hehehehe
Gambar : Wajah Keriput Pak “Tuo” atau pak Tatong
Nama Asli : Syafaruddin
Sumber: (Dok, Uin Suska Mengajar)
Bisa di
lihat Senyum manis beliau, dengan mendorong sebuah senyuman saja bisa
mendirikan 3 sanggar belajar . di bandingkan
dengan senyuman para pemuda–pemudi yang lebih manis ini seharusnya bisa
mengalahkan semangat dan perjuangan beliau (para pembaca bisa bayangkan
bagaimana raut wajah perjuangan beliau).
Sedikit membahas Sanggar Belajar atau yang lebih di kenal dengan Sekolah satu
atap ini, misalnya di Dusun Sadan sudah meluluskan beberapa anak–anak di sana
sehingga bisa mendapatkan ijazah Sekolah Dasar, dengan mengikuti Ujian Nasional
(UN) di SD N 004 Rantau Lansat, Kecamatan Batang Gansal.
Gambar : Suasana belajar
di Sanggar Belajar Sadan.
Sumber : Dok, Uin Suska
Mengajar
Jadi kepada para pembaca yang budiman jangan
menganggap sepele dengan santainya dengan sanggar belajar mereka,
walaupun dengan sederhana seperti itu tapi “back
to nature”. kerja keras beliau dan dukungan dari berbagai pihak dan LSM
sampai hari ini anak – anak yang belajar di sanggar tersebut bisa menyelesaikan
sampai SD (sekolah dasar) bukan hanya belajar dari kelas 1–4 saja (keingat di
salah satu media televisi nasional yang menanyangkan “Indonesia Eps Suku Talang
Mamak”, bisa di liat dahh pada you tube kalau tak percaya juga. Hehe…
Salah satu rilisan yang sampai sedikit menghebohkan Negara Indonesia, sehingga pemberitaan pada media–media online dan media
cetak ini membuat menjadi trending topic
dahulunya, kenapa tidak ? di dalam video
tersebut orang nomor satu di republik ini yang sudah hampir menyelesaikan 2 (dua)
periode menjabat bisa tak di kenal oleh anak – anak di
sana, “SBY di Negeri Hutan”, malahan mereka
mengatakan itu adalah Bupati. Bisa di
lihat lagi lah video nya. Bagi saya ada hal baik dan positif sekali media tersebut
membuat dokumenter ini ya,,, sekaligus mengingat kita sadar bahwa mereka
meminta untuk kita dengan “Turun tangan” bak kata Anies Baswedan
yang termasuk tokoh pendiri pada sebuah komunitas/gerakan pendidikan yang tak
asing lagi di dengar teliga mahasiswa–mahasiswi yang ada di seluruh pelosok
Negeri ini, hampir ratusan ribu mahasiswa/I yang mendengar gerakan ini, yaitu
adalah “Indonesia Mengajar”. Tapi
tak banyak sekarang para pemuda – pemuda yang peduli. Mundurnya pergerakan
mahasiswa/I sebagai agent of change setelah pasca 1998, untuk mahasiswa yang
apatis (tidak peduli dengan kegiatan mahasiswa) gelar baru untuk mereka 3 (tiga) K “Kampus, Kantin, Kos” ataupun untuk
mahasiswa aktivisnya “mahasiswa
proposal”, (bagi yang merasa jangan cepat menutup buku ini, pahami maknanya
dulu dengan hati yang tenang dan sabar) hehehe “siapa yang menjabat, itu yang dekat dengan pejabat” (penulis
mendengar dari pernyataan beberapa masyarakat yang sudah cukup muak dengan
pergerakan mahasiswa proposal) hehehe dan kita lihat sehinggi tingginya apatis
serta individualisme mahasiswa/I pada masa sekarang, “banyak mahasiswa/I yang
merintih tapi, tak banyak yang bergerak”.
Mengutip tulisan dari Dewan Penasehat Uin Suska Mengajar ini DR.Elvriadi.
S.Pi. M.Si ini, dengan judul “Dari
Ubermensch Nietzsche ke Insan Cita” “Angkatlah diri
kamu dan organisasi BEM dan BLM dari
kehanyutan massa. Kehanyutan massa itu terlihat dari kondisi kaum mahasiswa
hari ini, di era 2010-an, telah kehilangan epi sentrum gerakan dan narasi
kebudayaan yang harus dikonstruknya atau dikritisinya. Gerakan intelelektual
yang sepi, aktivis-aktivis yang tak berbekal buku berkualitas di tas (kecuali
buku doktriner yang menghasilkan pengikut-pengagum buta, atau buku kiat cepat
kaya dalam sekelip mata) diperparah dengan pola rekruitmen calon pemimpin
mahasiswa dengan budaya massif dan mobilitas kuantitatif gerombolan-isme.
Mahasiswa/i yang kreatif dan progresif meluncur ke pusat-pusat konsumerisme
Mall-Mall, Bioskop, Game Station, dan rela berkaparan jam 9 pagi karena
mengambil paket begadang malam di rental internet. Kita lihat pesta demokrasi mahasiswa/I saja
sudah mulai seperti pesta rakyat pula, setiap kelompok dan Unit kampus sibuk
membangun koalisi dan barisan untuk memenangkan kandidat mereka. Serta setelah
kemenangan maka terbentuk lah pro–kontra, liat beberapa permasalahan yang
terjadi di kampus–kampus, ada yang membakar,merusak gedung mereka sendiri
(kasihann), malah yang terjadi antara sesama aktivis melakukan tindakan anarkis
(perkelahian) karena pendukung (penulis melihat foto–foto perkelahian
pendudukan dengan mirisnya di salah media kampus untuk mahasiswa ini) . Ini
menjadi PR bagi semua para punggawa negeri ini, untuk kembali satukan visi dan
misi untuk berkontribusi, berpartisipasi aktif baik di lingkungan kampus dan
masyarakat, serta menjadi lembaga aspirasi mahasiswa dengan nyata (bukan hanya
waktu kampanye saja).
Kembali keduakali nya
Mengutip tulisan dari Dewan Penasehat UIN suska mengajar ini, sungguh miris
sekali nasib agent of change pada masa sekarang di mana mahasiswa- mahasiswi
tahun 2010-an ini mendapat gelar baru menurut beliau. Yaitu “Musim Aktivis Kerumunan”. Jika aktivis 66 melahirkan Orde Baru
yang represif anti demokrasi, aktivis 98 menghadirkan pemimpin palsu yang
memangsa rakyat, apa jadinya bila aktivis 2010-an yang susunan karakter
ketokohannya dibangun di atas kerumunan.
Kerumunanlah yang membuat konflik tak berkesudahan dalam Pemilu Raya di
UIN Suska, kru gagasan mewawancara saya tentang PUOK, melemahnya eksistensi
BEM-BEM se-Riau berhadapan dengan Muspinda (Musyawarah Pimpinan Daerah) dan
rektorat, sehingga tergusurlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM syariah), disegel-lah gedung Al Fiil
Fapertapet, berdemolah mahasiswa Tarbiyah menuntut ruang kelas. Kerumunan
pulalah yang membuat pelantikan atau sidang paripurna BEM Unri dan UIN harus
berpindah-pindah seperti kucing mau beranak.
Tradisi
kerumunan dan euphoria demokrasi “one man one
vote” itu menciptakan budaya pemilihan pemimpin
mahasiswa bersandarkan pada kuantitas, bukan kualitas, apalagi kualitas
perjuangan membela umat. Yang hadir sebagai calon, dan saya pula diminta
menjadi panelis, adalah anak-anak yang tak tau sejarah kebangsaan, sistem
pemerintahan Indonesia, tak ada pengalaman mengadvokasi masyarakat, tak baca
buku, tak kenal sistem ideologi dunia, tak tau musuh berat siap menunggu diluar
sana, tergantung pada orang lain, dan tak punya visi kepemudaan dan program
kerja 100 hari bila terpilih kelak. Dan kerumunan itulah yang membuat presiden
mahasiswa di Riau ini tidak banyak terlibat dalam isu-isu sentral, kecuali satu
isu yang terlalu kencang dihembus, yang lain tidak diketahui sama sekali. Siapa
dirinya tidak dikenal di luar kampus dan tak bisa duduk setara dengan Kapolda,
Danrem, Gubernur, Kajari yang seharusnya respek pada intelektualitas dan kiprah
ketokohan sang presiden mahasiswa. Saya sarankan, bangunlah jiwa lapang,
bacalah buku yang banyak dan bermacam ragam. Bacalah biografi tokoh-tokoh besar
bangsa dan dunia. Pelajari pesan Tan Malaka, Bung Hatta, pak Natsir, Mandela,
Ali Shariati, Muhammad Abduh, Al Afghani untuk membangun watak kritis, berani,
inklusif, zuhud, dan independen. Tumbuhkan budaya dialektik, budaya dialog,
siap beradu argumen, bertentang strategi taktik, dan manakar intelektualitas
dalam karya dan cipta.
Tapi, penulis bersyukur bisa bergabung melalui
UIN Suska Mengajar, sedikit memplagiat dari Gerakan Indonesia Mengajar (kan
yang baik di contoh, tak apa lah) walaupun komunitas ini dulunya di pegang dari
BEM UIN Suska Riau, setelah tak ada kepentingan di sana akhirnya di biarkan
begitu saja. Kembali ke pak Tuo tadi, dengan sekelumit kisah perjalanannya
mengajar ke Dusun–Dusun terdalam, dan dengan masih pembahasan sebelum di
perlihatkan wajah manis nya beliau di atas, ulangi lagi bacaannya di atas dan langsung
lompat ke sini lagi .… mengenai sepak terjang beliau dan ini seharusnya menjadi
pelajaran bagi kita semua, beliau yang hanya seorang masyarakat biasa dan
dengan umur yang sudah tua dengan proses
perjuangan yang luar biasa dan tak memikirkan bagaimana kehidupannya (untuk
kebutuhan keluarga beliau sudah meninggalkan bekal untuk anak dan istrinya, bukan bermaksud beliau tidak bertanggung jawab kepada
keluarga. Tetapi sampai hari ini saya belum melihat keluarga mereka terlantar
atau anak–anak beliau yang belum bersekolah).
Pak “Tuo” yang tidak pernah mempermasalahkan
hal tersebut, teringat kutipan percakapan dengan beliau “selagi kita bisa makan yah,, jalani lah, yang penting niat kita mulia
untuk membantu anak – anak kita bisa membaca dan menulis, karena rezeki ALLAH
yang maha mengatur, jelas kita terus berusaha dan berdo’a” kata–kata yang keluar dari
bibir beliau, sampai sekarang masih teringat oleh penulis. Sedih, iba dan salut
dengan perjuangan beliau, jadwal di berikan oleh pihak PKHS untuk mengajar
hanya 2 (dua) minggu dalam sebulan, itu pun sudah termasuk dengan perjalanan
menuju ke dusun – dusunnya. Tetapi beliau malah menghabis kan dan menjalankan
tugas yang di berikan Program Penyelamatan Harimau Sumatra (PKHS) itu kadang melebihi dari 2
(dua) minggu untuk mengajar dari satu dusun dan itu pun tidak terhitung dari
perjalanan beliau yang kadang berjalan kaki beberapa jam, bahkan beberapa di dalam
hutan kawasan taman nasional bukit tiga puluh, entah ada entah tidak pikiran
beliau mungkin menurut penulis di kawasan Taman
Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) dengan
banyaknya binatang buas yang ada dalam kawasan tersebut, dan bukan hanya cerita
omong kosong tapi ini bukti, cerita dari masyarakat serta dari salah seorang
pengajar muda UIN Suska Mengajar, Reza Fahlepi pernah mengikuti beliau menuju
ke dusun sadan waktu itu dengan + 2 (dua) minggu, mereka yang hanya
tidur di pohon kayu dan pinggiran sungai gansal dan bukti dokumentasi baik
secara foto dan video dari bidang –bidang di komunitas Uin
Suska Mengajar jilid II ini kita ada, siap di pertanggung jawabkan dunia
dan akhirat.. hehe
Para pembaca juga bisa
melihat gambar di bawah ini, yang mana ruangan tersebut adalah sanggar belajar yang
berada di Dusun
Datai, Desa Rantau Lansat, Kecamatan Batang Gansal, Kab. Inhu
ini (kok, lengkap sekali alamatnya. Supaya para pembaca bisa berkunjung kesana
untuk membagikan buku–buku serta bantuan lainnya pada kesempatan yang berbeda)
Ini adalah sanggar belajar pertama setelah Sadan, Nunusan,
dll.
Gambar : Sanggar Belajar Pertama di Dusun Datai
Sumber : PKHS, 2013
Tokoh yang patut mendapat penghargaan menurut
kami dari UIN Suska Mengajar, seharusnya beliau sudah sampai ke Jakarta
sana, karena sudah sepatutnya menjadi inspirasi bagi kita semua yang ada di pelosok negeri, dan ini juga impian kami untuk memberikan
hadiah kepada pak tuo “Taktung” dan para pembaca, untuk bisa membawa beliau
sampai duduk di salah satu televisi nasional ataupun program unggulan seperti
Kick Andy, Eagle Award. Dengan tujuan
membakar semangat para pemuda – pemuda yang ada di provinsi riau ini. (bukan bermaksud untuk menaikkan popularitas atau
eksistensi beliau tapi, ini motivasi dan inspirasi. Apakah hari ini kita dengar
pemuda–pemuda yang memiliki perjuangan seperti beliau ?? ) hasrat dan keinginan
terus bergulir dari kami pengajar muda hingga
berakhirnya pelaksanaan pengabdian UIN suska mengajar, sampai sekarang masih
menjadi keinginan besar kami untuk menghormati dan memberikan apresiasi
setinggi – tingginya kepada beliau.
Harusnya yang melakukan seperti ini adalah anak – anak muda
(pemuda) lebih di harapkan para mahasiswa/I (padahal tak bedanya kalau sudah di
kampung
mereka masing-masing keadaan yang ada) hehehe,, bisa kita ingat
lagi kajian dulu seperti kalau kita ingat kisah para zaman nabi dan kemerdekaan
di Republik ini. Sejarah
mencatat pemuda lah yang memberikan kemajuan dari berbagai peradaban. Sebut
saja di zaman Nabi Muhammad SAW, beliau di keliling oleh
para sahabat–sahabat muda, Abu Bakar, Usman Bin Affan, Bilal Bin Rabah, Ali Bin
Abi Thalib, dll untuk mensyiarkan islam demi menuju kemenangan dakwah serta mengajar untuk kebenaran yang kita tahu zaman
sebelum Rasullullah SAW, yaitu zaman jahiliyah. Dimana semua kejadian–kejadian
yang tiada baiknya terjadi pada waktu itu. Kita kembali juga Untuk Republik yang kita
cintai ini mari ingat pelajaran sejarah waktu Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah
Menengah Pertama (SMP) lagi bangsa ini dulunya di tangan para pemuda–pemuda,
paling terpenting Sumpah pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan, kalau tidak ada
para pemuda untuk memaksakan para generasi tua untuk memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, mungkin hari ini kita belum tahu
memperingatinya pada tanggal berapa ? dan kemungkinan
besar tidak
terjadi pada tanggal 17 agustus 1945 !! kita ingat lagi Ir.
Soekarno di paksa dan di bawa ke rumah salah seorang tokoh pihak penjajah yang
mendukung kemerdekaan republik ini, semangat para pejuang dahulu sangat
membanggakan dan patut di abadikan sebagai pahlawan, mereka bukan menanyakan “apa yang di berikan Negara kepada saya”
tetapi yang mereka pikirkan “bagaimana nasib
bangsa ini dari rakyat (generasi) selanjutnya”, dengan pemikiran–pemikiran
yang luar biasa dan matang akhirnya mereka menjadikan bangsa ini seperti sekarang
ini, yang bangsa dari NOL bisa maju walaupun akhir–akhir ini KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotalisme) sudah merajalalela dan KPK mulai menangkap/menguak satu
per satu dari penjahat berjas hitam
rakyat ini (tikus – tikus kantor ini). Sangat banyak pejuang dahulu yang tidak
mendapatkan dana tunjangan atau pensiunan. Menyedihkan bukan setiap tahun kita
lihat di taman pahlawan dan pemakaman lainnya, pihak keluarga ziarah kepada
para pejuang – pejuang dahulu. Mereka hanya bisa berdoa
dan bersyukur bahwa pendahulu mereka yang berjuang untuk membuat bangsa ini
merdeka. (renungkanlah kepada para generasi muda)
Mengutip sedikit
lagi (atau terakhirnya dari buku ini) dari tulisan Bapak
Dr.Elviriadi,S.Pi. M.Si (Dosen UIN Suska serta Dewan Penasehat UIN Suska
Mengajar) dengan judul “Di Jajah bangsa
Sendiri” Saya sendiri
menyaksikan kawan-kawan aktivis 98 yang dulu teriak dan mogok makan, telah
berubah menjadi borjuis baru yang “memakan” rakyat. Dulu mengkritik Golkar dan
Orde Baru, sekarang menjadi aktivis Golkar, jadi birokrat muda, pengusaha,
dosen, wartawan, komisioner lembaga negara, terus “bermain cantik” demi survival di panggung
kehidupan menuju kemakmuran. Dari hari ke hari harus lebih mapan, mobil
bertambah, rumah gemerlap dan deposito berlipat-lipat. Soal “rakyat” telah
terjabarkan menjadi anak cucu, cicit,
KMPI (Keponakan Menantu Paman Ipar), kelompok dan paling tinggi kader atau
anggota partainya. Kaum miskin kota, karet-padi sektor pertanian tradisional
yang terbengkalai, kaum terlemahkan, anak yatim, buruh nelayan tinggal cerita
masa lalu. Saya saja dibilang kerabat
sebagai Doktor Jadul (jaman dulu), karena tak memiliki mobil. Ukuran kesuksesan
bukan lagi dari karya, pengabdian pada agama dan nilai-nilai perjuangan sosial.
Yang terpenting adalah harta benda. Bagitu lah “Tuhan” baru karya umat abad
ini.
Kembali dengan Tokoh yang di pangil Pak
Tuo atau pak Taktung ini yang di usianya sudah tua tetapi masih saja tetap
mengabdi ke Dusun–dusun yang di sana, jarak yang di tempuh kadang bisa berjam,
satu harian apalagi menuju dusun datai yang bisa di tempuh satu minggu dengan berjalan kaki menggunakan
jalan darat, dari Dusun Lemang (pusat
desa). Kecuali menggunakan jalur air yang di tempuh 1 (satu) hari menggunakan
speedboat yang biaya sewanya sampai Rp.100.000 – Rp.2.000.000-, untuk sekali
bepergian, dan menjadikan harga ini
sangat mahal bagi pak taktung (tapi beliau bisa menumpang jika perahu mesin
masih kosong di dalam perjalanan), apalagi untuk kapasistas kami para pengajar
muda (sudah cukup untuk makan di posko dua minggu dengan budget sebanyak itu)..
hehehe, tetapi rekan – rekan pengajar muda sudah ada juga dua orang yang sampai
ke dusun datai dengan menumpang pihak PKHS dan TNBT yang waktu melakukan program
pengobatan gratis. Mengingat biaya yang cukup tinggi tersebut….
Teringat nasihat beliau yang masih
sampai sekarang dokumentasinya masih ada, “Seorang Guru Jadilah seorang guru
yang pejalan kaki. Jadi, sehingga kita dapat melihat masyarakat kecil, besar,
miskin dan kaya yang sepanjang kita lewati
dan kita bisa bertegur sapa dengan santunnya, beda dengan jalan yang
menggunakan kendaraan. Laju, memang sampai di tujuan sama dengan pejalan kaki
tadi juga sampai di tujuan. Tapi, terkadang yang menggunakan kendaraan sanking
lajunya, sehingga masyarakat sepanjang jalan yang kita lewati tadi menyumpah
serapah dengan debu-debu yang kita tinggalkan dengan berkendaraan tadi,
sehingga kita tidak dapat memperhatikan sekililingnya’ itulah yang di ibaratkan
oleh beliau dalam renungannya atau perjalanannya di dalam rimba menuju ke
sekolah.
*
Kembali ke “anak cicak”, sepertinya cerita ini jadi
melebar kalau bahas tokoh yang satu tadi, dan masih ada tokoh yang lain menurut
kami sama luar biasanya dengan pak tuo, yaitu pak M.Nasir (Mantan Kepala Desa),
kita bahas pak M.Nasir dulu biar lebih mengkerucut sehingga topik serta lirik
lagu “anak cicak” nya diselesaikan..hehehe
Mohon bersabar para pembaca…tetapi tetap fokus
karena supaya bisa terinspirasi dan termotivasi, ini sangat berpengaruh dari
beberapa kata perkata, bait – bait serta paragraph selanjutnya.
Pendidikan Urusan siapa ? Urusan kita bersama, karena
mendidik adalah kewajiban setiap orang yang terdidik.
Tokoh yang Kedua
Bapak M. Nasir (Mantan Kepala Desa Rantau Lansat)
Lingkungan dan Kepemimpinan
Kalau yang satu ini biasa di panggil
oleh masyarakat dengan panggilan pak “Mantan”, bukan mantan kekasih atau pun
lainnya tetapi Mantan Kepala Desa.. hehehe, Beliau ini selain sebagai abdi
masyarakat tetapi keahlian beliau di bidang seni juga menjadi acungan jempol, tidak
hanya melayani masyarakat tetapi beliau
juga aktif di bidang kerajinan tangan seperti menganyam dan membuat pernak–pernik
dari rotan dan bahan –bahan lainnya, beliau juga mendirikan Balai Kelompok Belajar
(SKB) yang tak jauh dari rumahnya, tempat yang sederhana tapi, penuh makna,
beliau yang terus mengajak para generasi–generasi muda di sana untuk bisa membuat kesenian,
kerajinan dan alat –alat tradisional yang bukan hanya sebagai hobi tapi untuk
di jual sampai ke luar, dan bahkan ada beberapa produksi yang sudah menembus
pasar di Jambi. Hasil buatan tangan beliau dan anak–anak muda disana seperti
ayunan bayi, keranjang,kursi goyang, dll. Balai Kelompok Belajar (SKB) ini
menjadikan sebagai tempat usaha sampingan mereka selain bertani dan berkebun.
Setiap kali kami berkunjung ke sana, tak kan
pernah lepas untuk singgah ke rumah beliau untuk silaturahmi dan belajar,
layaknya sudah kami anggap seperti ayah kandung sendiri di Desa Rantau Lansat,
walaupun penulis putra asli kelahiran Kabupaten Rokan Hulu, banyak hal yang
kami pelajari dari beliau mulai seni, kepemimpinan, hukum, adat serta di
ajarkan tentang bagaimana menjaga alam (lingkungan). Tak ada pengaruh kan
walaupun penulis dengan latar belakang seorang mahasiswa Teknik di UIN Suska Riau (setiap hari berhubungan
dengan rumus,grafik,table,dll). Tetapi dari beliau kami terinspirasi. Pada
suatu siang beliau singgah ke posko dengan sedikit keperluan yang tak perlu
penulis sampaikan kepada para pembaca, lantas bercerita sambil memperlihatkan
beberapa video – video hasil dari beliau yang memainkan alat musik gambus dengan bait –bait
nasihat yang menjadi ciri khas Desa Rantau Lansat, beliau juga bercerita
tentang hukum adat terutama menjaga sungai Batang Gansal supaya tidak rusak dan
tercemar dengan memberikan beberapa sanksi tegas kepada para pelaku yang
melakukan, seperti menyetrum, meracuni ikan,dll.
Gambar : “Pak Mantan”
ketika diwawancarai oleh pengajar muda Uin Suska Mengajar
Sumber : Dok, Uin Suska
Mengajar
Jika ketahuan dari
para pelaku. Maka, ada beberapa hukuman yang
harus dilunasi oleh pelaku dengan membayar denda berupa uang dan barang dengan
jumlah yang cukup besar sehingga memberikan efek jera kepada pelaku,dan sampai
saat ini masih berlaku dengan dibuktikan masih asrinya sungai batang gansal dan
masih banyak nya hasil tembakan warga yang mencari ikan di sungai batang gansal
tersebut. Ada beberapa hukum dan pantangan adat yang tertera dalam surat
peraturan Kepala Desa Rantau Lansat dari semasa beliau menjabat sebagai kepala
desa.dan ini seharusnya menjadi contoh bagi Kepala Desa dan masyarakat lainnya
di republic ini untuk meniru salah satu aturan dengan sanksi tegas serta
tindakan langsung bukan hanya sekedar aturan yang untuk di langgar.
Setelah menghabiskan waktu yang
cukup lama di posko dengan beberapa pembahasan tentang miniatur Desa Rantau
Lansat, sempat penulis tersentak mendengar beliau mendengar dengan kata “Hablum minal a”lam”, “Tuhan Menciptakan
Manusia, sebagai khalifah di muka bumi ini” pasalnya ketika waktu itu kami membahas tentang
alam, lantas beliau mengatakan “Tuhan menciptakan alam ini supaya kita
menjaganya, kita khalifah di muka bumi ini”, khalifah tidak hanya definisi
sebagai pemimpin tetapi untuk member contoh bagi lainnya, yang jelas : Pertama “Hablum minalllah” itu bagaimana kita
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, dan Allah SWT yang maha
mengetahui, maha melihat, serta maha segala–segalanya, selagi kita masih melaksanakan
apa yang diperintahkanNYA dan menjauhi apa yang menjadi laranganNYA. Kedua “Hablum minannas” bagaimana hubungan
kita dengan manusia, salah satu kata–kata hadist/bijak yang sering kita dengar “sebaik – baik nya manusia yang bisa
memberikan manfaat kepada orang lain” dan
pada hari ini, siang ini, sore ini, malam ini, kita tetap berada di sini. Berkumpul, berbagi ilmu, Kita memberikan
manfaat untuk orang lain. Nahh.. yang ketiga hal baru di dengar “Hablumminal a’lam” bagaimana hubungan
atau cara kita menjaga alam ini, karena kita khalifah (pemimpin) di bumi Allah
SWT ini, salah satunya dengan memberikan hukuman bagi oknum yang merusak alam,
bukan hanya memberikan aturan,kepemimpinan dan hukum tetapi kita juga sebagai
orator, tokoh penggerak untuk menjaga alam ataupun lingkungan tersebut, salah
satunya memberikan kebijakan–kebijakan kepada masyarakat tentang penggunaan
hutan yang ada di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ini serta pemahaman
baik yang bersifat tidak menggunakan lahan dengan sesuka hati masyarakat, “kalau kita buka hutan, yaaa.. kita harus ganti kembali
dengan hutan ataupun jadikan kembali seperti hutan jika kita tidak mau
mengelolanya, dan walaupun di gunakan tetapi harus konsepnya seperti hutan”. Beliau juga memberikan
contoh salah satunya di Desa tetangga mereka yang membuka salah satu kegiatan
pengeboran di bidang pertambangan, salah satu perusahaan tambang batu bara yang
terbesar di Riau ini, hasilnya sekarang sungai Batang Gansal yang mengalir di
desa mereka sudah tercemar akibat pengeboran oleh perusahaan tersebut yang
hasilnya di jual keluar negeri, walaupun desa mereka (sianbul) mendapat bayaran
(uang) dalam jumlah cukup besar tetapi sekarang mereka baru merasakan ruginya,
dan beberapa contoh lainnya yaitu membuka lahan kebun sawit yang kita tau
perkebunan kelapa sawit memberikan dampak yang signifikan, mulai dari pohonnya
yang banyak menguras air di dalam tanah serta efek lainnya kita memanfaatkan
lahan tersebut untuk melakukan suatu usaha di bidang pertanian lainnya. Serta
dampak yang paling tragis adalah pembakaran lahan, baru saja kita liat pemberitaan
bahwasanya “Riau tak layak huni”
dengan asap yang tingkat berbahaya di rasakan masyarakat Riau, bahkan sampai
Negara tetangga, yang paling berbahaya bagi kesehatan, berapa banyak yang kita
dengar di berita – berita local yang terjangkit penyakit ISPA pasca kebakaran
terbesar di Riau ini beberapa bulan lalu. Bisa di lihat berita pada portal
resmi Pemprov Riau. www.riau.go.id edisi : kamis,20 Juli 2014, dengan judul
berita “Polda
Riau Sudah Tetapkan 189 Tersangka Kejahatan Kehutanan”. Ini
adalah kejahatan lingkungan terbaru, belum terjadi sekitar bulan maret – mei
2014 sebelumnya, ini yang hanya di tetapkan oleh Polda Riau, sementara masih
ada yang di polres kabupaten masing–masing di Provinsi Riau.
Ketika berkunjung beberapa waktu lalu, di mana pasca Riau
tak Layak huni dulu, saya merasakan dan
kemudian beliau bercerita tentang Kita sendiri hampir
tidak merasakan dampak asap tersebut karena kita masih menjaga hutan, di
mana pada kabupaten – kabupaten yang ada
di Riau ini sibuk untuk memberikan peringatan kepada seluruh masyarakat untuk
mewaspadai gejala asap ini tapi, yang kita rasakan biasa – biasa saja. Salah
satunya karena masih sangat banyaknya pepohonan rimbun serta alam yang masih
asri sehingga asap – asap yang sampai ke desa kita di hisap ataupun di serap
oleh pepohonan pepohonan di kawasan hutan ini, kita tahu fungsi alam itu sangat
penting bagi kehidupan manusia. Apalagi provinsi Riau terkenal sebagai area
jantung dunia di bidang alam (Kabupaten Siak
dalam kawasan Wisata alam Danau Zamrud, Kabupaten Pelalawan di Taman Nasional Taseso Nilo, Kabupaten Rokan
Hulu pada Area Konservasi Bukit Suligi, dll).
Ada beberapa hal yang bisa kita
lakukan, tidak mesti menanam perkebunan kelapa sawit,dll. Tetapi perkebunan
seperti karet, rotan, padi, pisang, durian, duku serta gaharu dan kulim serta
beberapa tanaman akar (si kancil,pasak bumi),dll. Kita sama-sama sudah
mengetahui dengan melakukan pembukaan lahan perkebunan karet kita juga bisa
menanam beberapa tumbuhan lainnya dan itu tidak mengikat dengan pohon karet tersebut. Memang perkebunan karet
tidak menghasilkan begitu banyak uang tetapi alam kita terjaga dan dengan
bertambahnya tanaman pendukung bisa menambah penghasilan tergantung bagaimana
kita mengelolanya dengan baik. Intinya kalau kita mau berusaha pasti ada
jalannya.
Hal ini bukan hanya di buktikan
dengan omongan saja tetapi di buktikan dengan beliau sebagai tokoh utama dan
beberapa masyarakat, pemuda yang sadar dengan mulai menanam serta membuat pembibitan pada jenis
tanaman gaharu, duku, durian,dll yang
hasil bantuan dari pihak – pihak pemerintah dan swasta. Bisa di lihat ketika
kita berkunjung ke rumah beliau apa yang menjadi penulis ceritakan pada buku
ini. Ingat dokumentasi ini bukan hanya kepentingan buku ini,
buku ini di buat setelah kegiatan–kegiatan UIN Suska mengajar di laksanakan.
Jadi tidak ada unsur kesengajaan pada dokumentasi.
Gambar : “Pak Mantan”
membuat pembibitan kulim, gaharu,durian, dll
Sumber : UIN Suska Mengajar
Sumber : UIN Suska Mengajar
“Kita Khalifah di Muka Bumi
ini, Maka berilah kebaikan dan jagalah. Tanggung jawab kita sebagai manusia”
Inilah yang penulis acungin jempol kepada pak “mantan”, teringat
salah satu cerita beliau yang sampai sekarang yang tidak dilupakan beliau dan
menjadi bahan pelajaran berharga bagi beliau “Kalau saya ingin memperkaya diri
sendiri, saya sudah di tawari 1 (satu) buah mobil avanza baru dan cash langsung
dari salah satu pengusaha yang waktu itu beliau di undang ke Pekanbaru untuk
menjumpainya dengan misi untuk membuka perkebunan dengan system koperasi kepada
masyarakat, pengusaha tersebut mengiimingi akan mensejahterakan masyarakat
Rantau Lansat, Lantas beliau menjawab “Masyarakat
kami sudah sejahtera dengan alam ini pak” tegas beliau sambil menolak
tawaran dari pengusaha tersebut dengan baiknya. Beliau juga menyampaikan
keinginannya yang bertujuan untuk mengajak kita semuanya para pembaca untuk peduli dengan alam ini
nantinya. Hasil ini untuk anak cucu kita nantinya, saya memikirkan 5 tahun–bahkan
sampai puluhan tahun nantinya anak– anak kita bisa menikmati hasil jerih payah
yang kita lakukan sekarang, memang tidak memberikan hasil yang cepat bagi saya,
tetapi untuk anak–anak saya, cucu saya, serta generasi jauh di bawah nantinya,
dan ini di mulai dari tindakan saya sendiri. Kita juga mengetahui dampak jangka
pendek dan panjang dengan membuka perkebunan ini, walaupun hasilnya cukup
menggiurkan tapi,pikirkan dampaknya.
Pertama berapa kerugian BNPB (Badan Nasional Penganggulangan Bencana) jika terjadi kebakaran asap,
Milyaran Rupiah yang keluar untuk setiap kali membuat teknologi modifikasi
cuaca ?
Kedua : Berapa banyak korban yang terkena ISPA
tersebut dan akankah ini berkelanjutan ?.
Ketiga : Tanaman
ini mempunyai penyerapan kadar air yang tinggi ? bayangkan, jika beberapa tahun
lagi kita akan mengalami kekeringan air, kelak kita akan membeli air untuk mencukupi
keperluan sehari – hari ?
Keempat : Penggunaan
pupuk kimia akan jelas merusak kesuburan tanah, butuh beberapa tahun untuk bisa mengembalikan kesuburan ini
kembali dari area pupuk kimia tersebut, tanaman ini juga memiliki
ketergantungan dalam perawatan. Mari kita jaga dan pikirkan kembali baik dan
buruknya. Belajar lah dari apa yang telah ada !
Kelima : Silahkan para pembaca juga menambahkannya ?
Kalau berbicara keuntungan mungkin secara
ekonomi meningkat bagi pengusaha dan pemilik kebun yang besar, biasa dikenal
dengan toke. Pemilik kebun masyarakat hanya bisa menukik tiap minggunya dengan
harga TBS (Tandan Buah Segar) yang harganya sering naik turun tanpa karuan,
sesekali masyarakat mulai ketakutan dengan harga sawit yang turun naik ini,
kenapa tidak dengan biaya perawatan cukup tinggi, belum lagi dengan hasil yang
trek panennya, sehingga kadang bisa membuat pemilik kebun kewalahan dan hanya
bisa menerima saja. Untuk mendapatkan harga yang tinggi hanya di miliki oleh
Perusahaan-perusahaan besar. Sementara, untuk pedagang kecil sangat sulit di
karenakan alas an yang selalu di dengan adalah kualitas tandan buah sega tidak
memenuhi ketentuan dalam industry perkebunan, padahal pemilik kebun ini dulunya
membeli bibit dari pengusaha perkebunan kelapa sawit dan malahan sampai membeli
bibit dari negeri tetangga pula.
Saya mengakui dengan hormat dan
bangga bisa berjumpa dengan seorang tokoh masyarakat yang memiliki pemikiran baik
ini, menurut kami kepedulian akan lingkungan. Beliau bukan memikirkan isi
perutnya saja tapi, memikirkan untuk masa yang akan datang. Dan ini patut
menjadi contoh kita semuanya. Mungkin dari ribuan masyarakat di Provinsi Riau
ini, beliau yang baru penulis ketahui dan berjumpa langsung dengan pemikiran
seperti ini.. subhanallah….
Walaupun sekarang realitanya sudah
sedikit mulai berubah dengan kurang pengawasan dari berbagai pihak, masyarakat
mulai terkontakminasi dengan banyaknya datang warga dari luar, membawa barang–barang
mewah ataupun bersifat sekunder akhirnya masyarakat Suku Talang Mamak Batang
Gansal (mengikuti dan berkeinginan memiliki barang–barang seperti pendatang yang
membawa sedikit perubahan–perubahan. Ntah baik ntah baik, sebut saja seperti
sepeda motor, kita tahu harga sepeda motor itu mahal dengan harga Jutaan bahkan
Puluh jutaan, sementara kita bisa penghasilan mereka yang pas – pasan dari
penjualan karet, jernang serta tanaman lainnya yang akhirnya mereka sudah memulai
menjual lahan – lahan ke pihak luar dengan harga yang murah menurut penulis
sendiri di bandingkan dengan tempat tinggal penulis yang sudah tak ada lagi
hutan, tanah wilayat (adat) sudah mulai di buka dan di gunakan (penulis ingat di waktu kecil, betapa banyak di kala musim buah–buahan yang di
tanah adat tersebut. Menjadi kebebasan bagi anak–anak cucunya
mengambil hasil yang ada dari tanah adat tersebut, hanya
untuk dikonsumsi,bukan
untuk di jual tapi sekang sudah berubah menjadi perkebunan). Misalnya seperti
di Dusun Datai yang sudah banyak menjual kepada warga di Kecamatan Keritang,
Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Penyakit ini sudah mulai meracuni masyarakat
di Dusun Datai, di tambah lagi
perbatasan yang belum jelas antara Desa Rantau Lansat dan Kecamatan Keritang, Inhil
ini mengakibatkan kontroversi hingga sampai saat ini, bukan hanya efeknya
kesana tapi, dengan pihak Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan PKHS juga
beberapa kali terjadi perselisihan walapun dengan konteks yang sedikit berbeda
tetapi tetap permasalahan lahan.
Mengingat permasalahan lahan
atau agraria yang melanda di pelosok Negeri ini, dan ini juga penulis alami di
tempat tinggal sekarang dengan beberapa penguasa dan perusahaan antah berantah
ini. Mungkin saja kesalahan ini yang di manfaatkan oleh para penguasa dan
pengusaha, kita tahu
masyarakat mempunyai kesalahan yaitu di dalam administrasi, sehingga seperti
jalan yang terang bagi para perusahaan dan penguasa untuk menguasai. Kenapa
tidak masyarakat yang hidup bersama dengan alam dan kurang merasakan perlunya
untuk menggunakan Surat Keterangan Ganti Rugi, Surat Keterangan Jual Beli atau
untuk mengurus kepemilikan tanah serta yang lebih kuat yaitu sertifikat tanah.
Maka dari itu para pembaca yang di daerah mari bersama kita berikan informasi
kepada orang tua, sanak famili yang berada di pedesaan untuk bisa mengurus
berhubung kita berada di negara hukum. Kalau kita ingat lagi orang tua untuk
membeli sebidang tanah hanya dengan saksi mata (sepadan) dan hanya sedikit
bukti transaksi (kwitansi), berhubung
ada yang kepemilikan tanah tersebut masih dalam keluarga ataupun masih luas
hutannya sehingga masyarakat bisa untuk membuka lahan pertanian lainnya. Salah
satunya menjadi permasalahan ini di sebabkan kelalaian masyarakat juga menurut
saya. Masyarakat kurang memahami pentingnya surat kepemilikan tersebut,
sementara para pemodal dan penguasa mengetahui kelemahan masyarakat tersebut
dan lajur hukum serta birokrasinya.
Kita berharap dengan buku ini bisa menjadi
acuan nantinya, bukan hanya sebagai bacaan tapi, ini hasil permintaan kita
untuk menjaga alam ini. “baca, putuskan,
aksi” penulis
berharap dengan didistribusikan buku ini ke sana dan bisa sedikit menyadarkan
masyarakat di Desa Rantau Lansat dan seluruh masyarakat Indonesia. Aminn….
Sedikit, bukan mengingat kesalahan
atau pun kegagalan, banyak malapetaka yang terjadi akibat pembukaan perkebunan,
ingat saja konflik Pulau Padang, kabupaten kepulauan Meranti, Desa Pungkat, Inhil yang terbaru Agustus 2014 ini, dll dan hampir seluruh
desa/kecamatan yang ada di Republik ini terkait masalah lahan. Di situs
Riau.Go.id Jadi ini sebagai ajaran bagi
kita bersama. Saya sendiri tidak melarang kepada para pembaca untuk membuka perkebunan, tapi lihat manfaat
bagi manusia dan alamnya, Liat saja kalau kita berjalan menelurusi pelosok di
Provinsi Riau ini khususnya, rata- rata di isi dengan perkebunan tersebut dan ini yang membuat kita miris, kepemilikannya sebagian besar di kuasai
oleh asing. Seperti kata kiasan “berladang di pungguk sendiri”, dulu kita yang punya lahan dan
sekarang kita bekerja sebagai karyawan di lahan tersebut.
Penat juga ini penulis mengetik dan
memikirkannya, sampai tak terasa jari ini seperti mengetik sendiri.. (lebay)..
walaupun bukan hanya sebuah pemikiran tapi renungan untuk bisa bersama. Dari
buku kita bisa belajar bersama menjaga alam ini sehingga tidak terjadi
bencana,malapateka. Kita tau bahwa alam adalah hakim yang tidak bisa di jual atau
tawarkan dengan kepentingan, menurut penulis sih…
“alam akan memberikan
manfaat, jika kita bisa menjaganya” dan “alam
bisa murka jika kita merusaknya”, dan alam akan memprosesnya dengan waktu,
tunggu saja tanggal mainnya, dan sekarang kita sudah merasakan sedikit
dampaknya. Bagai hantu dalam kegelapan dan melangkah lah. “Kalau
kita tidak bisa memberikan cahaya pada kegelapan, jangan salahkan kenapa bisa
gelap”. (Tutur
penulis dengan agak capek dan penat ingin rasanya istirahat
sejenak sambil menunggu waktu sahur).
“Tua mengayomi, muda
menginspirasi dan berkarya, anak – anak lah bibitnya”.
**
Selesai sudah sedikit menceritakan
dua tokoh yang luar biasa di Dusun Lemang,
Desa Rantau Lansat ini. Masih ada satu lagi tokoh seni yang di kenal, beliau
adalah sahabat pak”tuo” dan pak “mantan” , beliau juga pernah mendapat
penghargaan dari Pemkab Kabupaten Indragiri Hulu di bidang seni music
tradisional. Ini sedikit promo..hehehehe
Gambar : Sahabat Pak “tuo” dan pak “mantan”.
Beliau bersama anaknya memainkan alat tradisional batang gansal
(Sumber : Dok, Uin Suska Mengajar)
Beliau sengaja penulis tak
ceritakan, berhubung juga baru kenal dengan beliau beberapa waktu lalu dan
beliau yang berdomisili bukan di Desa Rantau Lansat tetapi masih di dalam
Kecamatan Batang gansal, yaitu Desa Sianbul. Hehehehe
Tapi, beliau sama perjuangannya untuk
mempertahankan budaya atau pun kesenian tradisional mereka. Bukti sederhana
dari keluarga beliau sendiri, liat saja pada gambar, beliau memainkan beserta
dengan anaknya. Dan ada kegiatan beberapa waktu lalu beliau memainkan bersama
putranya di hadapan Bupati Indragiri Hulu serta pejabat lainnya hadir pada
acara tersebut. “Alhamdulillah setelah selesai nampil,dapat juga uang di
berikan oleh bapak Bupati Indragiri Hulu untuk belanja adik–adik kamu ini” Katanya
beliau sambil memainkan kecapi ketika saya, reza, bg malik dan
wak julor
berkunjung ke rumah beliau pada waktu tengah malam, hari senen tanggal 07 Juli
2014 tersebut.
Bagi para pembaca yang mungkin tak percaya,
bisa datang langsung ke rumah beliau untuk melihat, mendengar bahkan membeli jika
para pembaca mau atau pun bisa menggunakannnya. Bukan promosi tapi, sedikit
menjelaskan secara detail dan terperinci… eeaaakkk
Perlu di ingatkan lagi, saya tidak bisa menceritakan profile beliau.. hehehe tapi, hanya sedikit menulis
pengalaman bersama beliau saja, mendengar merdu kecapi dan lirik – lirik
nasehatnya membuat penulis yakin bahwa beliau “Sang Maestro Kecapi of Batang
Gansal”, tapi dalam melantunkan lagu malam itu tak bisa di lupakan pembukaannya
lagu “anak cicak” versi desa usul. sempat berbalas lirik dengan rekan kami,
Reza fahlepy dengan maksud kami ingin silaturahmi dan belajar kepada beliau,
dan beliau membalas dengan lirik tersebut dengan tujuan ingin memberikan
kesempatan kepada kami untuk belajar dengan keadaan yang apa adanya. Sementara
penulis di sibukkan dengan merekam dan membuat dokumentasi saja. Hadohh…
**
Sudah sampai kemana – mana pula topic “anak
cicak” yang tak ada habisnya untuk di ceritakan, ada beberapa lagu yang menjadi
popular di sana. Berikut lirik lagu “anak cicak”. Kita
selesaikan dulu lagu “anak cicak”nya, berikut lirik dari lagu yang saya
ketahui.
Anak cicak,,,,
di bawah bantal… 2x
Ontah bojariiii,,,,
ontah tidak….
kalau tepijak di batang gansal…
ontah nak balik ontah tidak…
kalau tepijak di batang gansal…
ontah nak balik ontah tidak…
hatilah hatii,, memilih kawan,,, 2 x
jangan lah sampai jatuh ke jurang..
hati lah hati bekirim surat.. 2 x
jangan lah sampai tau di orang …
kalau ada sumur di ladang,,
kalau lah sumur di ladang,,,
boleh kita menumpang mandi…
kalau ada umur yang panjang
kalau lah umur yang panjang,,
boleh lah kita berjumpa lagi…
Masih banyak beberapa lagu
nasehat–nasehat yang ada di Desa Rantau Lansat ini, alangkah indah dan merdunya
jika para pembaca juga menghayati dan menikmati lagu serta merasakan alunan
music tradisional di sana nantinya. Bukan saya pelit ataupun tidak memberikan
kisah dengan serinci–rincinya bukan tetapi juga mengajak para pembaca juga
langsung berpartisipasi melestarikan budaya yang ada di bumi melayu ini. Tidak
hanya dengan membaca saja (bisa saja para pembaca meminta, belajar, membeli alat–alat tradisional ini di desa rantau lansat.
Tidak terlalu mahal kok. Hehehe)
Gambar : pak “tuo” bersama gambus kesayangannya
Sumber : Dok, Uin Suska mengajar
Gambar : “Pak
Mantan” sedikit bermain dengan kecapi waktu itu
Sumber : Dok,Uin Suska
Mengajar
Kalau mau tahu kehebatan pak “tuo” memainkan
kecapi dan gambus silahkan datang ke rumah beliau, jangan lupa bawa makanan dan
minuman yah (hehhee yang benar saja. Cuma becanda penulis kok), beliau siap
menerima kapanpun ! kecuali kalau beliau tidak naik (mengajar ke dusun –
dusun). Tapi kalau tidak beliau di pusat desa lah.
Kepada para pembaca di harap
bersabar, bukan dengan lagu “anak cicak” penutup buku ini, masih lama untuk
menjelang bagi para pembaca selesai tapi, masih baru 2 topik. Beberapa topic yang
hangat masih penulis uraikan selanjutnya. Tapi, untuk pembahasan “anak cicak”
ini cukup sudah. Mungkin para pembaca sudah sangat mengerti dengan topic kenapa
penulis membuat tema topic kedua ini “anak cicak” .
Music bisa jadi inspirasi,
dan seni menjadi keindahan pribadi untuk hal layak. Wajib di pertahankan….
|
Gambar
: Pak taktung bersama Reza (USM) di Tebat
Gambar : Diskusi bersama ‘Pak Mantan’, Polhut, USM dan
Antroplogi Unimed
Gambar : Balai Kelompok Belajar di Dusun Lemang
0 comments:
Post a Comment