Monday 17 December 2018

Next Time, Pendakian Gunung Slamet 3.428 Mdpl Via Bambangan, Jawa Tengah

Pintu Rimba Pos Gunung Slamet
Puncak Bukan Tujuan Utama, kebersamaan dan kekompakan lah menjadi utama dalam sebuah utama, Kali ini, Perjalanan di Jawa Tengah. Setelah mengikuti acara wisuda Adik yang paling bungsu wisuda di kampus ISI Surakarta (Solo, Jawa Tengah). Di awal planing Pendakian pertama yaitu ke Gunung Sindoro Tapi, berhubung teman yang di Purwokerto beserta Rekan - rekannya dari surabayan dan Cibinong (Jakarta)  yang ingin mendaki ke Gunung Slamet. Akhirnya diputuskan untuk putar haluan ke Gunung Slamet, di tambah dengan rayuan sebagai atap jawa tengah.
Basecamp Gunung Slamet

Tim Gunung Slamet

Diawal tulisan puncak bukan tujuan utama, perjalanan kali ini kurang baik mengingat dari 4 orang (rombongan) ini 2 orang dari sahabat mengalami kondisi yang tidak memungkinkan, karena faktor perjalanan sehingga subuh menjelang summit ke puncak, jantung dari  mas arif dan mas sumarwan berdegup keras dan ulu hati terasa menusuk. sementara penulis dan mas ambon (keturunan maluku) masih sanggup untuik summits ke puncak tapi rasanya tidak ada kebersamaan. akhirnya di putuskan untuk kembali ke tenda dan next time bisa menggapai puncak gunung slamet, ntah sampai kapan.
memang belum sampai di cadas, posisi terakhir dan mendirikan tenda di pertemuan jalur via Baturaden dan Bambangan.
Pos 2 Gunung Slamet

Tetapi untuk pengetahuan sahabat - sahabat nantinya, bisa membaca referensi link yang menurut penulis lengkap untuk di rekomendasi bagi yang ini ke Gunung Slamet, 3428 Mdpl.
link sumber : https://www.ardiyanta.com/2017/03/pendakian-gunung-slamet-via-bambangan.html

Di Persimpangan 2 Jalur Via Bambangan dan Purbalingga sekalian ngecamp

Gunung Slamet
Kenalan dulu yuk dengan gunung yang punya ketinggian maksimal 3.428 mdpl ini. Tinggi banget yak, gak heran sih gunung ini jadi atap tertingginya Provinsi Jawa Tengah. Gunung ini masuk wilayah administrasi beberapa kabupaten diantaranya adalah Purbalingga, Purwokerto, Brebes, dan Tegal yang familiar kita kenal dengan wilayah Jawa Ngapak. Puncaknya bernama Puncak Surono yang konon bermula dari seorang pendaki di jaman dahulu bernama Surono yang terpeleset di puncak dan akhirnya meninggal. Entah kenapa alasannya, nama Surono diabadikan sebagai nama puncak Gunung Slamet. Selain itu untuk mengenang almarhum juga dibangun sebuah tugu di puncak. Di dekat puncak terdapat kawah menganga bernama Segoro Wedhi (Lautan Pasir) yang masih aktif mengeluarkan asap belerang yang baunya sangat pekat menusuk hidung terutama kalau kita lagi di puncaknya.

JALUR PENDAKIAN 
Ada beberapa jalur pendakian resmi Gunung Slamet yang bisa kita pilih untuk menuju ke puncaknya. Ada jalur Bambangan di Purbalingga, jalur Baturaden di Purwokerto, ada jalur Guci yang ada di Tegal, jalur Kaliwadas di Brebes, dan juga jalur Dipajaya yang masuk Kabupaten Pemalang. Setiap jalur punya karakteristiknya masing-masing. FYI aja nih, kalau ada beberapa spot di jalur pendakian Slamet yang konon katanya angker dan udah jadi rahasia umum sih. Ada air terjun Guci yang konon katanya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, ada mitos manusia kerdil yang dulunya adalah pendaki yang tersesat yang lama-kelamaan memakan tanaman untuk bertahan hidup sampai-sampai kehilangan jati dirinya sebagai manusia, dan yang paling menyeramkan adalah dua pohon besar di jalur pendakian Bambangan yang konon merupakan pintu gerbang menuju alam gaib serta terdapat pos yang bernama Samarantu yang katanya bermakna samar-samar ada hantu. Hmmm, mayan bikin bulu kuduk merinding sih. Tapi bisa dijadikan referensi aja siapa tahu emang ntar ketemu. Eh, bercanda… Jadikan semua itu kearifan lokal yang patut dihormati dan yang penting jaga sopan santun saat mendaki.
Kala itu kami menuju puncak Gunung Slamet lewat jalur paling mainstream namun menjadi yang difavoritkan pendaki kalau mendakinya yaitu jalur Bambangan yang ada di Kabupaten Purbalingga.

Pendakian Gunung Slamet Jalur Bambangan

Kalau ditanya kenapa pilih jalur Bambangan sebagai awal pendakian menuju puncak Gunung Slamet tak lain karena memang jalur tersebut yang paling populer di kalangan pendaki. Untuk yang pertama kali emang enaknya kalau pakai jalur yang paling rame dulu gapapa lah, baru yang selanjutnya bisa mencoba jalur lain yang lebih menantang. 
Menuju basecamp Bambangan makin kesini makin gampang aja. Di Stasiun Purwokerto sudah ada angkutan yang khusus untuk pendaki yang ingin menuju basecamp. Saran saya sih mending kalau yang dari luar kota dan ada jalur kereta ke Purwokerto lebih enak kalau pakai kereta dan dilanjut dengan angkutan umum yang khusus untuk pendaki tersebut. Bahkan sampai ada paguyuban dan tanda pengenalnya juga lho. Mereka akan mengantar ke basecamp sekaligus menjemput untuk diantarkan lagi ke stasiun atau terminal.Waktu tempuh antara Stasiun Purwokerto dan Basecamp Bambangan hanya satu jam perjalanan saja. Sembari menuju basecamp juga bisa sekalian membeli logistik yang belum lengkap. Banyak warung-warung kok sepanjang jalan menuju Bambangan.


Sampai di basecamp kita wajib melakukan registrasi dan mengurus administrasi. Kalau datang secara rombongan kita harus menulis nama seluruh anggota rombongan dan meninggalkan KTP salah satu wakilnya. Buku tamu dipisahkan perwilayah antara Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Jawa Timur & Luar Jawa. Jadi buku tamu untuk pendaki dari Jawa Timur dan Luar Jawa dijadikan satu, mungkin karenamasih belum terlalu banyak pendaki yang naik Slamet yang berdomisili dari daerah tersebut. 
Tak lupa membayar karcis masuk yang masih lumayan terjangkau lah untuk kalangan mahasiswa. Saat akan mendaki kita juga bakal dibekali dengan peta jalur pendakian yang terdapat pula estimasi waktu dan jarak tempuh antar pos. Selain itu juga bakal diminta membawa dua bibit pohon yang harus dibawa naik dan ditanam di gunung.


Basecamp – Pos 1 (2,5 jam)
Pendakian dimulai dengan melewati gerbang hits di dekat basecamp. Belum terlalu menanjak karena masih melewati area perkebunan warga, namun susahnya banyak cabang jalan yang ada di kebun-kebun itu yang sedikit membingungkan. Belum apa-apa kami sudah bertanya sama warga dimana jalur pendakian yang benar. 
Saat di ladang yang banyak cabangnya, ikuti jalur pendakian yang ke arah kiri. Setelah beberapa tanjakan terlewati kita bakal menemukan deretan warung sederhana berjajar dengan senyum ramah ibu-ibu menawarkan dagangannya. Awal sampai disitu pasti mengira kalau sudah sampai di Pos 1, ternyata itu hanya pos bayangan saja. Pos 1 masih jauh banget coy. Tapi segarnya semangka yang menggoda apalagi pendakian di siang bolong yang terik, sepertinya tak ada salahnya untuk mampir sejenak sekalian mencicipi tempe kemul yang hangat untuk menambah tenaga.
Tak berapa lama bakal dijumpai trek Slamet yang sebenarnya dengan tanjakan yang menghajar dengkul. Vegetasi juga mulai memasuki hutan pinus yang rimbun.

Sampai juga kami di Pos 1 yang bernama “Pondok Gembirung”. Terdapat beberapa warung di Pos 1 tersebut yang sebagian besa menjajakan makanan ringan, nasi, dan yang menjadi ciri khas adalah setiap warung pasti ada yaitu semangka dan tempe mendoan. Waktu tempuh kami dari basecamp menuju Pos 1 memang agak molor yaitu 2,5 jam karena banyak penggoda iman yang memaksa kami untuk singgah agak lama untuk menikmati santapan khas Gunung Slamet.

Pos 1 – Pos 2 (±1 jam)
Menuju Pos 2 trek pendakian makin dipersulit dengan keadaaan semalam yang sepertinya turun hujan. Tanjakan yang sebetulnya mudah dilalui, tapi karena becek dan licin sehingga perlu tenaga ekstra untuk melewatinya. 
Hingga sampai di ujung suatu tanjakan terlihat beberapa warung dengan aroma tempe mendoan yang menyeruak. Itulah pos 2 yang bernama "Pondok Walang".

Pos 2 – Pos 3 (±1 jam)
Makin ke atas, hutan makin lebat dan akan banyak melewati jalur pendakian yang menyerupai cerukan sempit sebagai jalan air mengalir.
Kami sampai di Pos 3 menjelang magrib, karenanya kami singgah sejenak untuk menyeruput teh hangat yang tentunya kami nggak masak air sendiri tapi beli di warung yang ada di pos tersebut. Hingga Pos 3 kami masih bisa menjumpai warung. Enak juga ya, Gunung Slamet sekarang bisa bikin tas carrier jadi lebih enteng.

Pos 3 – Pos 4 (±1 jam 20 menit)
Karena kami mulai pendakian sekitar jam 1 siang, sehingga selepas Pos 3 pun hari sudah gelap. Kami keluarkan head lamp untuk menerangi jalan kami menuju Pos 4 yang bernama Samarantu. Yap, pos yang cukup tenar namanya karena cerita-cerita mistis yang beredar. Kami sih yakin saja karena kami mendaki dengan niat baik dan gak berulah macem-macem.




Pos 4 ternyata berbentuk tanah yang tidak begitu lapang dan banyak pohon besar yang sudah tumbang. Kami lihat saat itu ada dua tenda yang ngecamp disitu. Kami kira karena banyak cerita horror tentang Pos 4 sehingga bikin pendaki menghindari mendirikan tenda di Pos Samarantu, ternyata nggak semua berfikir kayak gitu juga kan. 
Kami pun beristirahat sejenak sembari melihat sekeliling yang keadaannya memang cukup mencekam. Tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara wanita tertawa. Kami yang awalnya sedang mengobrol pun seketika terdiam. Setelah kami telusuri arah suara berasal dari tenda. Hmmm, berarti emang ada pendaki wanita disitu. Positive thingking saja lah.



Kami berencana ngecamp di Pos 5. Itu pun kami harap-harap cemas dapet lapak buat mendirikan tenda atau tidak.

Pos 4 – Pos 5 Camp (±30 menit)
Jarak antara Pos 4 ke Pos 5 memang tidak terlalu jauh, tapi rasanya jadi agak jauh. Mungkin karena badan sudah lelah mendaki dan ingin segera merebahkan diri di dalam tenda.
Sampailah kami di Pos 5 yang ternyata ramai banget dengan tenda yang sudah berdiri. Oh iya, masih ada warung juga di Pos 5 loh. Kami keliling di sekitaran pos tersebut untuk melihat apakah masih ada lokasi untuk kami mendirikan tenda. Lalu kami putuskan menaruh carrier terlebih dahulu dan sebagian anggota mencari lokasi agak ke atas.  Alhamdulillah masih ada satu lokasi untuk 2 tenda tersisa. Benar-benar tinggal itu saja yang tersisa. Entah kebetulan atau apa kami nggak tahu yang jelas kami sangat beruntung. Coba kalau tempat itu sudah ada yang menempati, artinya kami harus lanjut ke Pos 6 untuk dijadikan tempat bermalam kami.

Pos 5 – Pos 6 (±10 menit)
Malam saat itu kami lewati dengan begitu cepat. Rasanya baru saja merebahkan badan di dalam hangatnya sleeping bag tau-tau alarm berdering tanda kami harus bangun dan memulai summit attackdengan jarak yang masih lumayan jauh. Kami tak terlalu banyak berharap mendapat sunrise di puncak mengingat masih ada Pos 6 sampai Pos 9 yang harus kami lewati meski jarak antar posnya sudah gak begitu jauh seperti pos-pos sebelumnya. Kami memulai perjalanan meninggalkan Pos 6 sekitar pukul 04.30 WIB setelah sebelumnya mengisi perut dengan yang anget-anget dan sekalian sholat subuh.

Pos 6 – Pos 7 (±20 menit)
Seperti jarak Pos 5 menuju Pos 6 yang nggak terlalu jauh, begitu pula Pos 6 menuju Pos 7. Hingga kami mendapati pemandangan sunrise keren di Pos 7 itu. Kondisinya banyak pepohonan rimbun namun untungnya bagian yang menghadap timur lumayan terbuka sehingga pendaki yang kesiangan termasuk kami bisa menikmati hangatnya matahari terbit di Pos 7. Di pos ini juga ada warung loh. Inilah warung yang paling tinggi di jalur pendakian Slamet via Bambangan. Bisa lah kalau mau menyeruput kopi atau teh manis panas sambil menikmati munculnya mentari di ufuk timur.
Saat di ladang yang banyak cabangnya, ikuti jalur pendakian yang ke arah kiri. Setelah beberapa tanjakan terlewati kita bakal menemukan deretan warung sederhana berjajar dengan senyum ramah ibu-ibu menawarkan dagangannya. Awal sampai disitu pasti mengira kalau sudah sampai di Pos 1, ternyata itu hanya pos bayangan saja. Pos 1 masih jauh banget coy. Tapi segarnya semangka yang menggoda apalagi pendakian di siang bolong yang terik, sepertinya tak ada salahnya untuk mampir sejenak sekalian mencicipi tempe kemul yang hangat untuk menambah tenaga.
Tak berapa lama bakal dijumpai trek Slamet yang sebenarnya dengan tanjakan yang menghajar dengkul. Vegetasi juga mulai memasuki hutan pinus yang rimbun.

Sampai juga kami di Pos 1 yang bernama “Pondok Gembirung”. Terdapat beberapa warung di Pos 1 tersebut yang sebagian besa menjajakan makanan ringan, nasi, dan yang menjadi ciri khas adalah setiap warung pasti ada yaitu semangka dan tempe mendoan. Waktu tempuh kami dari basecamp menuju Pos 1 memang agak molor yaitu 2,5 jam karena banyak penggoda iman yang memaksa kami untuk singgah agak lama untuk menikmati santapan khas Gunung Slamet.


0 comments:

Post a Comment