Tuesday, 17 February 2015

Pendidikan Pedalaman Tak Seindah Alamnya

Bercerita tentang pendidikan takkan ada habisnya bagi siapapun yang menanggapinya. Kita perlu permasalahkan hal ini dengan baik jika tak di kelola dengan pola dan cara yang memberikan dampak serta perubahan yang membaik. Kenapa saya mengatakan tidak baik, bayangkan saja dari APBN 20% untuk pendidikan hanya dihabiskan dengan  pelatihan, seminar, workshop dll. Jadi besar kemungkinan anggaran tersebut digunakan dalam penyewaan gedung, penginapan, transportasi, dll sehingga anak – anak pun tak mendapat dampak dan biasnya. Lihat saja prestasi–prestasi yang masih belum terbilang wah.. 

Padahal Pendidikan merupakan kunci satu-satunya untuk perkembangan wilayah, maju mundurnya kualitas suatu bangsa bergantung pada pendidikan, mungkin beberapa definisi dari individu atau kelompok lainnya bisa menjelaskan tentang pendidikan. Seperti Kita Lihat Tujuan Pendidikan Nasional  adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Serta dalam UU RI No.  20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 : Pendidikan adalah  usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan  proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 

Tak usah  membahas yang di pedalaman dulu. Kita beringsut ke daerah pinggiran kota -kota dulu, di mana masih banyak fasilitas dan infrastuktur sangat kurang dirasakan oleh para generasi-generasi muda ini untuk menuntut ilmu. Salah satunya di tempat saya saja Rokan Hulu yang sudah hampir dikatakan maju, kampung saya itu tidak jauh dari pusat kabupaten apalagi di lintasan aspal Jalan Lintas Kumu-duri, Desa Kepenuhan Timur, Kecamatan Kepenuhan, tepatnya SD N 010 Kepenuhan. Sekolah Dasar dengan bangunan  2 gedung, tapi merangkap semuanya. Salah satu contohnya di Kecamatan Bonai Darussalam, Desa Teluk Sono dan Desa Bonai. Di kecamatan Rokan IV koto ada di daerah Cipang Kiri dan Cipang Kanan.

Secara umum pendidikan di Provinsi “kaya” katanya. Semua orang tahu bahwa Riau,  di atas dan di bawahnya terkenal dengan pasokan minyak dunia dalam skala besar. Menyedihkan memang, sebab masih banyak orang-orang 
yang ditinggalkan (Pedalaman) sebut saja suku Akit, Bonai, Sakai, Laut, Talang Mamak.

Perjalanan kali ini saya bersama-sama sahabat para pengajar muda di komunitas UIN Suska Mengajar Jilid II di Desa Rantau Lansat, Kec. Batang Gansal, Inhu. Dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT)

Lihatlah alam di desa ini. Luar biasa. Mungkin kawasan TNBT alamnya masih tergolong asri. Lokasi ini juga sering dijadikan sebagai objek wisata pemandian, arung jeram, sepeda gunung, goa, benen apung, air terjun serta beberapa wisata alam yang di suguhkan dalam satu kawasan. Menurut saya itu luar biasa. Di sini masih bisa dijumpai sungai-sungai kecil yang air nya masih layak untuk di konsumsi (minum). Itu berdasarkan hasil riset (Laboratorium UR) beberapa waktu lalu, misalnya di Sungai Sikaca, Dusun Benganyauan.



Sebuah integrasi yang ironis rasanya. Antara keindahan alam di desa ini, tak sebanding dengan kondisi pendidikan yang menyedihkan. Pikiran saya yang dulu saat menonton di televisi, sekolah-sekolah pinggiran sangat memprihatinkan seperti di Pulau Jawa. Ternyata di provinsi “kaya” ini masih ada anak-anak yang pergi sekolah berjalan kaki berjam-jam melewati hutan, melawan arus Sungai Batang Gansal, dan itu mereka lakukan hampir setiap hari. Belum lagi bicara soal minimnya faktor pendukung proses belajar mengajar. Tenaga pengajar sangat kurang. Saya tak tahu, bagaimana mereka mempertanggungjawabkan komitmen sebagai guru saat mengucapkan sumpah yang di janjikan oleh para abdi negara ini (siap ditempatkan dimana saja).

Mungkin tidak beberapa sekolah yang saya jelaskan. Tapi, beberapa sanggar belajar di desa tersebut yang masih belum di sentuh.

Sanggar Belajar  Dusun Datai
Sanggar Belajar Datai ini di bangun tahun 2004. Sampai sekarang masih tak tersentuh. Banguna itu hanya berdinding bambu. Atapnya terbuat dari daun rumbia. Bangungan se sederhana ini masih sangat bermanfaat bagi masyarakat sini. Malu rasanya jika harus bicara soal lantai lantai yang semen. Hanya ada papan dua lembar sebagai meja dan kursi. Mungkin takkan pernah ada meja yang bagus bagi mereka. Belum lagi bicara soal tenaga pendidik yang mumpuni. Ini patut memprihatinkan.


Untung saja ada tokoh-tokoh masyarakat masih berbaik hati. Merekalah yang memberi motivasi sehingga anak-anaknya bisa membaca dan menulis. bergotong royonglah merekalah membangun sanggar belajar ini, serta mencari guru yang bermurah hati mau mengajar di sana. 

Selama ini hampir tak ada guru yang mau mengabdi di Dusun Datai sebab aksesnya sulit, juga soal rendahnya gaji yang di tawarkan oleh Kepala Desa waktu itu. Bersyukur mereka sedikit dibantu dari pihak TNBT dan PKHS  serta beberapa LSM yang ada di sana. 

Sampai tahun 2014 inipun bangunan yang begitu megah menurut mereka masih menjadi tempat belajar bagi generasi harapan bangsa di sana walaupun sudah kurun 10 tahun baru sedikit melakukan perubahan menjadi dinding papan.

Sanggar Belajar Dusun Sadan 
Sanggar Belajar Sadan ini di bangun pada tahun 2007. Kondisinya masih tergolong baik sedikit di bandingkan dengan dusun-dusun lainnya. Bangunan yang berdindingkan papan dan atap seng ini menjadi sanggar belajar yang terbaik di desa tersebut. Walaupun masih berlantai tanah dan dengan meja belajar 2 lembar deretan papan untuk di jadikan ruang tempat belajar bagi mereka. 

Sanggar yang dibangun dari swadaya masyakarakat dan bantuan dari PKHS (Program Penyelematan Harimau Sumatra).

Bicara soal tenaga pengajar kadang kala pergi tanpa pesan yang mengakibatkan proses belajar mengajar tersendat. Sedikit memalukan di provinsi kaya ini ketika salah satu televisi nasional (Transtv)  membuat suatu acara Indonesia Eps Suku Talang mamak, bisa dilihat disitus youtube.com. 

Ini yang sedikit kilasannya orang nomor satu di republik ini bagi anak Talang Mamak tidak mengetahui siapa beliau? Malahan mengatakan orang yang sudah dua periode menjabat sebagai kepala negara ini menjadi bupati di kabupaten mereka. Entah ini kepentingan broadcast ataupun lainnya kita tidak tahu. 

Sanggar Belajar Sadan
Lingkungan alam dan beberapa objek wisata di dusun ini sungguh menarik untuk para pecinta alam. Tapi pendidikan yang bisa mereka nikmati sangat menyedihkan. Anak-anak di Dusun Suit juga belajar ke Dusun Sadan. 

Perjalanan yang di tempuh oleh anak-anak di Dusun Suit ini memakan waktu 1-2 jam di dalam belantara hutan kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. 

Sanggar Belajar Dusun Nunusan 
Sanggar belajar Dusun Nunusan di bangun pada tahun 2010. Jika dibandingkan dengan Sanggar Datai yang sudah di renovasi sekarang sehingga lebih baik dari sebelumnya. Sementara untuk Dusun Nunusan ini masih menggunakan dinding papan dan beratapkan terpal.  Mungkin sanggar yang masih saat ini butuh bantuan dan uluran bagi para-para donatur ada. 

Padahal murid yang belajar tergolong cukup banyak di masing-masing. Jumlah murid yang ada di masing-masing cukup tergolong banyak, mungkin dari beberapa sanggar yang ada tenaga pengajar memang menjadi kebutuhan dasar bagi mereka untuk mendapat ilmu pengetahuan dan serta bisa mengembangkan potensi dimiliki. 

Sanggar Belajar Dusun Benganyauan
Sanggar belajar Dusun Benganyauan masih dalam tahap proses pembangunan. Lokasi yang berjalan kaki 1 jam dari pusat desa (dusun lemang) ini akan di bangun dengan berdindingkan kulit pohon sungkai dan beratapkan daun rumbio ini. Menjadi dorongan dan empati bagi kita untuk membantu sekolah ini dibangun, bukan hanya pembangunan tapi, bantuan alat-alat tulis menjadi faktor penunjang bagi mereka di sana. Padahal alam wisata yang ada disana luar biasa, lokasi untuk sepeda gunung, air terjun, pemandian tebat, goa harimau serta lainnya menjadi pemandangan yang baik untuk dikunjungi sembari kita menengok dan menyapa generasi-generasi yang menanti sambutan tangan dari kita semua.

Salah satu kegiatan mahasiswa antropologi, Unimed dan di temani oleh beberapa alumni pengajar muda komunitas UIN Suska Mengajar.

Permasalahan ini bukan tugas kita sendiri, LSM dan Ormas tapi tugas kita bersama. Seharusnya kita malu karena masih berdiam diri melihat adik-dik yang butuh keadilan. Teringat cerita ini ketika saya melaksanakan kegiatan di komunitas UIN Suska Mengajar, pada bulan februari 2014. 

Kegiatan yang berlangsung 1 bulan di Desa Rantau Lansat ini menjadi moment yang terngiang di pikiran, sampai kegiatan ini saya tulis dalam berbentuk buku studi etnografi Aku, Kami dan Mereka. Mendengar pengakuan salah seorang warga di Dusun Benganyauan bercerita tentang kebutuhan pendidikan di kelompok mereka yang ditinggalkan.

“Anak-anak kami butuh keadilan, padahal kami tak tahu lagi siapa yang datang untuk peduli kepada kami. Kami menunggu dan berusaha kepada orang-orang yang datang tapi saat ini anak-anak kami masih belum mendapatkan pendidikan.”  

Kita tidak bisa menutup mata terhadap kondisi pendidikan dasar bagi anak-anak di daerah pedalaman. Ini adalah tugas bersama. Anak-anak di pedalaman butuh dukungan dan solidaritas kita. Kita bisa berbuat sesuatu bagi mereka.



Penulis :
Safrizal Hasbi (Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Uin Suska Riau, Anggota UIN Suska Mengajar Jilid II)

 

0 comments:

Post a Comment