UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada ALLAH Swt
yang memberikan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga buku dengan judul Aku, Kami dan Mereka (studi Etnografi,
Folklore tentang kehidupan Suku Talang Mamak dan Suku Melayu Tua di Desa Rantau
Lansat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau) yang
dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ini. Perjalanan saya kali ini di Suku Talang Mamak dan Melayu
Tua ini bias dapat di selesaikan baik. Ucapan terima kasih dan syukur saya sampai kan karena, jika tidak do’a, dukungan dan
bantuan, buku ini belum bisa menjadi bacaan bagi kita semua, aminn :
1.
Puji
Syukur kehadirat ALLAH SWT
2.
Dan
kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW
3.
Papa dan
mama, serta keluarga besar saya.
4.
Terima kasih kepada Ibu.
Dhana Nasution, M. Pd sebagai pembimbing kajian etnografi dan folkore.
5.
Terima
kasih kepada Rektor Uin Suska Riau, Kabag, dosen serta lainnya.
6.
Buat
sahabat – sahabat para pengajar muda di Komunitas Uin Suska Mengajar Jilid
I dan II.
7.
Buat
sahabat – sahabat terdekat dan terjauh penulis.terutama Melba Fery fadly, S.Kom
dan Riki Ariyanto, S.Kom.
8.
Kepada
Kapolsek Batang Gansal, Pihak Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Pihak PKHS
(Program Konservasi Harimau Sumatra), Sapulidi Center,Komunitas Rumah Peradaban, Serta komunitas, lembaga,
ormas lainnya.
9.
Terima
kasih Kepada Kepala Desa Rantau Lansat dan Pemerintahan Kabupaten Indragiri
Hulu, serta tokoh – tokoh masyarakat, adat, agama, seni, pemuda, Dll.
10. Terima Kasih Kepada
Pemerintahan Kabupaten Rokan Hulu, Tokoh Masyarakat
11. Terima kasih kepada Pak Tuo,
Pak M. Nasir dan Bang Iskandar yang telah menjadi inspirasi bagi kami serta isi
dari etnografi ini.
12. Terima kasih kepada ayahanda,
ibunda, abang, kakak,adik, kami di desa rantau langsat, kec.batang gansal, Inhu.
13. Terima kasih kepada sahabat –
sahabat di media online Gagasan.com, inhilklik.com, Goriau.com, Rohulklik.com,
Bengkalis.com, lainnya. Serta seluruh media cetak yang membantu dalam
publikasikan buku (etnografi)
14. Terima kasih kepada para
pembaca, jika kiranya buku ini bermanfaat.
Mohon maaf sebesar–besarnya penulis haturkan kepada
seluruh pihak jika penulis tak uraikan satu–persatu, bagi penulis kita
mempunyai peranan yang besar untuk bangsa ini. Hal kecil dan langkah kecil
telah kita mulai, tinggal bagaimana kita membuatnya menjadi besar, ini membuat
bangsa ini menjadi lebih baik serta untuk ummat yang bermartabat.
PENDAHULUAN
Masih adanya beberapa masyarakat suku–suku
pedalaman yang di provinsi riau ini, sebut saja Suku Talang Mamak, Suku Melayu
Tua, Suku Laut, Suku Akit, Suku Bonai, Suku Sakai Dan Suku Kubu. Ada sebahagian
yang sudah mulai maju dan mundur. Banyak factor yang membuat maju dan mundurnya
suku–suku tersebut. Pertama factor alam yang sudah di buka lahan serta hutan–hutan
untuk pembuatan perkebunan, dll. Kedua : modernisasi zaman, sebagian dari
penduduk dari suku–suku sudah beralih ke zaman sekarang ini, sedikit demi
sedikit mereka meregenerasi yang akhirnya mereka meninggalkan budaya mereka
secara perlahan–lahan.
Di dalam penulisan etnografi ini, penulis menceritakan
perjalanan dengan mengabdi bersama komunitas UIN Suska Mengajar Jilid II, Di
Desa Rantau Lansat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, yang
terletak di dalam kawasan Konservasi Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT).
Pada Desa Rantau Lansat terdapat 3
(tiga) suku pedalaman yang tinggal di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
tersebut yaitu Suku Melayu Tua, Suku Talang Mamak dan Suku Anak Dalam (kubu).
Di perjalanan kegiatan advokasi pendidikan ini penulis baru berkomunikasi dan
bertemu dengan 2 (dua) suku yaitu Suku Melayu Tua dan Suku Talang Mamak,
sementara untuk Suku Anak Dalam (Kubu) selama penulis berada lebih kurang +
1 (satu) bulan ini belum bertemu di sepanjang perjalanan bersama Komunitas UIN
suska Mengajar Jilid II.
Ini sedikit gambaran tentang kondisi kelompok suku
pedalaman di Desa Rantau Lansat. Tapi, dalam buku ini hanya memuat tentang suku
Talang Mamak Batang Gansal yang ada di Desa Rantau Lansat, bukan Suku Talang
Mamak secara kesuluruhan. Data ini
penulis dapatkan Berdasarkan hasil wawancara, diskusi, Tanya jawab bersama tokoh adat, masyarakat, agama, pemerintah,
pemuda serta melihat kondisi yang real
akhirnya penulis membuat buku ini. Walaupun beberapa judul mungkin tidak
terlalu monoton tetapi di dalam buku ini
materi dari setiap judulnya mempunyai
karakter/cerita masing – masing, jadi penulis mengharapkan para pembaca
mengerti nantinya hasil dari membaca buku ini. Buku ini sengaja di tulis
dengan metode secara ilmiah, penggabungan data di lapangan dengan sedikit
cerita dan comedian kiranya dapat menarik hati para pembacanya nantinya. Semoga
buku ini bisa menjadi referensi dan memberikan inspirasi kepada para pembaca.
Aminn …
Mungkin buku ini, tidak sebaik buku–buku yang ada, maklum
saja penulis yang bukan latar belakang seorang jurnalistik dan
penulis, kali
pertamanya terjun menjadi penulis dan langsung untuk membuat buku ini. Tapi
tetap pada akhir penyusunan tetap penulis melakukan sharing dan koreksi kepada
guru – guru yang membidangi ini, tentunya para jurnalistik, antropolog dan
sejarahawan. Semoga buku ini memberi manfaat kepada kita semua… Amin….
Selamat membaca…
Sekira
nya buku ini bermanfaat, di harapkan kerja sama dari para pembaca untuk
menghubungi kerabat, sahabat terdekatnya untuk meminjam buku ini, atau hubungi
penulis untuk bisa menambah buku bacaan dari sahabatnya.
SAMBUTAN
REKTOR
UIN SUSKA RIAU
Sampai
saat ini, hampir tujuh puluh tahun Indonesia merdeka, memang sudah banyak perubahan dan kemajuan yang
dicapai. Akibatnya terjadi hiruk pikuk dalam hampir seluruh sektor kehidupan. Di bidang politik gunjang ganjing dapat kita
saksikan setiap saat. Di sektor pembangunan ekonomi tak dapat disangkal lagi
bahwa gegap gempita pembangunan telah menghantarkan lebih separoh penduduk
Indonesia berada di kelas menengah ke atas. Indonesia masuk salah satu dari dua
puluh negara besar di sektor ekonomi.
Dalam
suasana yang demikian, mungkin banyak orang sibuk dengan kehidupannya sendiri.
Banyak orang lupa menoleh ke kanan dan ke kiri; melihat lingkungan sekitar.
Sungguh memprihatinkan bahwa ternyata ada segmen yang diremehkan dan
terabaikan. Sektor pendidikan. Meskipun sampai saat ini sudah ada perhatian
dengan peningkatan anggaran pendidikan di atas kertas sampai 20 persen, namun
dalam realitasnya belum dapat meningkatkan secara signifikan peringkat indeks
kemanusiaan di kalangan dunia internasional. Ini terbukti dari Angka
Partisipasi Kasar (APK) tingkat SLTA
nasional baru mencapai 60 persen dan peringkat human index di kalangan Asia Tenggara saja masih kelas
bawah. Selain itu, data statistik tahun 2013 menunjukkan masih ada sekitar 14,5
juta penduduk Indonesia usia sekolah yang masih buta huruf.
Bila
kita melongok lagi lebih ke dalam, di pedalaman, kita akan menyaksikan banyak
hal yang tak terduga dan tak terpikirkan selama ini. Dari data Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal, ada sebanyak 183 kabupaten di Indonesia yang
masih belum berkembang, alias masih tertinggal. Istimewanya, tidak ada satupun
kabupaten di Provinsi Riau yang masuk daftar daerah tertinggal tersebut.
Seolah-olah semua daerah di Riau sudah maju dan tidak tertinggal lagi. Hal ini
merupakan tipu daya yang mengaburkan realitas yang sebenarnya, karena mungkin
kepala daerah merasa malu kalau disebut di daerahnya masih ada sebagian
rakyatnya yang tertinggal, bahkan sangat tertinggal. Realitas suku-suku seperti
suku Bonai, Sakai, Talangmamak, Kubu,dan
Akit yang tersebar di berbagai daerah di Riau yang masih sangat kurang
tersentuh pembangunan. Mereka masih tertinggal dalam segala
sektorkehidupan kecuali originalitas
budaya dan tradisi mereka yang penuh kesederhanaan.
Buku
yang di hadapan para pembaca ini akan menyingkap sekelumit realitas yang ada di
daerah pedalaman tersebut sebagai ekspresi pengalaman “guru-guru muda” di bawah panji-panji kegiatan UIN SUSKA
mengajar. Meskipun sekelumit, boleh jadi membuat mata para pembaca yang
memiliki sensitivitas akan terbelalak mengetahui kenyataan-kenyataan yang
dialami oleh masyarakat tempatan. Pengalaman “guru-guru muda ini” yang
dituangkan dalam buku ini menggambarkan betapa banyak tugas dan tanggung jawab
bangsa ini untuk menjadikan setiap anak bangsa ini sama-sama maju, adil, dan
sejahtera.
Atas
nama Civitas akademika Universitas, saya menghaturkan apresiasi
setinggi-tingginya kepada para guru muda yang tergabung dalam kegiatan UIN Suska
mengajar yang mengalamannya dituangkan dalam buku UIN Suska Mengajar jilid II
ini. Semoga ada manfaatnya.
Pekanbaru,
Medio Oktober 2014.
Munzir
Hitami
SAMBUTAN
WAKIL REKTOR III UIN SUSKA RIAU
WAKIL REKTOR III UIN SUSKA RIAU
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah atas karunia-NYA saya dapat membaca naskah buku : Aku,
Kami dan Mereka”, Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Rasulullah
SAW.
Saya
menyambut baik tulisan syafrizal hasbi dan kawan – kawan. Semoga ini menjadi
langkah awal untuk menuju yang lebih baik lagi. Tidak ada sesuatu yang besar
tanpa diawali dari yang keciil. Mudah – mudahan, meskipun diawali dari yang
kecil, ini akan membawa perubahan besar.
Dalam
tulisan “aku, kami dan mereka” penulisanya ingin menjelaskan secara tersirat
bahwa sebagai mahasiswa baik secara perorangan maupun kelompok bisa memiliki kepedulian social terhadap orang
lain. Mereka ingin mengekspresikan bahwa diantara mereka dengan orang – orang
yang berada jauh di pedalaman tidak berbeda. Semangat seperti ini perlu
ditularkan kepada orang lain.
Melalui
program UIN Suska Mengajar semoga akan menghasilkan karya – karya yang lain.
Saudara Syafrizal hasbi dan kawan –kawan telah menginspirasi teman – teman
mahasiswa yang lainnya. Semoga karya ini dapat dibaca oleh orang banyak dan
memberikan secercah pencerahan kepada saudara- saudara kita yang tinggal
dipedalaman. Teruslah berkarya bagi orang banyak dan jangan pernah menganggap
karya anda kecil dan tidak bermakna. Semua karya ada maknanya. Mungkin tidak
hari ini anda menikmati. Tapi, suatu saat orang tahun bahwa anda telah berbuat.
Pekanbaru , medio April 2015
Ttd
DR.Tohirin. M.Psi
SAMBUTAN
UIN
SUSKA MENGAJAR JILID II
“Langkah Kecil Untuk Perubahan Besar”
“Pada hakikatnya, perubahan
besar itu adalah perubahan diri sendiri, sehingga kita mengenal siapa diri
kita, dari mana kita,untuk apa kita,dan siapa kita, dengan kegiatan Uin Suska
Mengajar ini kita ingin, kita bisa mengenal lebih dekat suka duka dari wajah
indonesia, hingga akan timbul cinta,dan hadir kerinduan…..
Dan pada akhirnya kita akan
merasa MALU ketika hanya BERDIAM DIRI melihat tangisan dan
lolongan kesakitan bangsa ini. banyak perubahan yang kita lalui, banyak wajah
dan ternyta bukan hanya diri kita yang hadir pada jiwa ini.
Ternyata sahabat - sahabat kita, teman - teman kita adalah cerminan
dari kita. siapa orang di sekeliling kita, itu lah kita.
Ketika kita membenci,
membenci sahabat kita, teman dekat kita. artinya kita membenci kita sendiri.
karena teman dan sahabat itu cerminan diri kita.
(Reza
Pahlepy, Ketua Uin Suska Mengajar Jilid II)
"Kalau Tidak Bisa
Membersihkan, Jangan Sampai Mengotori"
PENGANTAR KAJIAN ETNOGRAFI dan FOLKLORE
Oleh : Rosramadhana, M.Si
(Dosen Antropologi Universitas Medan)
I. Pengertian Etnografi
Model etnografi merupakan pendekatan
yang dilakukan kepada subyek lebih mendalam dan intensif. Menurut Endraswara
(2006) kajian etnografi merupakan penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan
sebagaimana adanya. Artinya, dalam penelitan ini peran peneliti hanya sebagai
pencatat dan atau pengamat dari sebuah peristiwa yang berlangsung tanpa campur
tangan peneliti untuk mengarahkan peristiwa tersebut. Penelitian etnografi
merupakan jenis penelitian untk menggambarkan sebuah kebudayaan itu sangat
naturalis dan apa adanya. Biasanya peneliti menjadi banyak belajar dari sebuah
pengalaman kebudayaan.
Dalam konteks ilmu Antropologi
pendekatan etnografi merupakan suatu kondisi dimana menemukan suatu hal yang
diperoleh dari pengalaman-pengalaman kita dalam masyarakat dan menggali
peristiwa secara mendalam. Etnografi merupakan suatu metode untuk memandang
suatu gejala budaya dan mendiskripsikannya, gejala yang ditemukan yang bersifat
unik dan sistimatik sebelum merumuskan suatu kesimpulan. Etnografi pada
dasarnya lebih memanfaatkan tekhnik pengumpulan data pengamatan berperan serta (partisipantnobservation)[1].
Sejalan
dengan perkembangan masyarakat yang mengikuti zaman modern pendekatan etnografi
menjadi ketertarikan para ilmuan sosial
khususnya antropologi untuk melihat gejala yang timbul sebagai suatu konstruksi
budaya dalam masyarakat. Dalam konteks penelitian ini selanjutnya melihat
etnografi feminis dimana perempuan dijadikan subyek berdasarkan pengalaman yang
dialaminya.
II. Model Etnografi
A.
Metode Etnografi
Model James Spradley
Secara harafiah, etnografi berarti tulisan
atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog
atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian
tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian,
dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi. Margareth Mead menegaskan, “Anthropology as a science is entirely
dependent upon field work records made by individuals within living societies.
Dalam bukunya “Metode Etnografi”, James Spardley mengungkap perjalanan
etnografi dari mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru. Kemudian dia
sendiri juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian
etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru.
Etnografi mula-mula (akhir abad ke-19).
Etnografi mula-mula dilakukan untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan
evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul di permukaan bumi sampai
ke masa terkini. Tak ubahnya analisis wacana, mereka ilmuwan antropologi pada
waktu itu melakukan kajian etnografi melalui tulisan-tulisan dan referensi dari
perpustakaan yang telah ada tanpa terjun ke lapangan. Namun, pada akhir abad
ke-19, legalitas penelitian semacam ini mulai dipertanyakan karena tidak ada
fakta yang mendukung interpretasi para peneliti. Akhirnya, muncul pemikiran
baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri alias berada dalam kelompok
masyarakat yang menjadi obyek kajiannya[2] .
B.
Etnografi Modern
(1915-1925)
Dipelopori oleh antropolog sosial Inggris,
Radclifffe Brown dan B. Malinowski, etnografi modern dibedakan dengan etnografi
mula-mula berdasarkan ciri penting, yakni mereka tidak terlalu mamandang
hal-ikhwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan suatu kelompok masyarakat
(Spradley, 1997). Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa kini, yaitu
tentang the way of life masayarakat
tersebut. Menurut pandangan dua antropolog ini tujuan etnografi adalah untuk
mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat.
Untuk itu peneliti tidak cukup hanya melakukan wawancara, namun hendaknya
berada bersama informan(live in)
sambil melakukan observasi.
C.
Etnografi Baru
Generasi Pertama (1960-an)
Ethnografi
yang berasal dari sebuah landasan pemikiran antropologi kognitif kemudian
dikembangkan Spradley dan menemukan dan mengembangkan sebuah pemikiran Spradley
yang menjelaskan bahwa etnografi baru
dalam perspeftif dan paradigm baru bahwa kajian ilmu antropologi bukan
merupakan hak dan kebebasan dalam kajian antropologi semata melainkan dapat
berkolaborasi dengan ilmu-lain yang dapt memaparkan sebuah fenomena budaya yang
dimiliki dalam pandangan emik dan etik. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran
Spradley didasari untuk memurnikan kajian antropologi dengan pendekatan
ethnografi didalamnya, sehingga proses hibridasi dari generasi lama ke generasi
baru menjadi sebuah benang merah dari cerita dan pengalaman subyek.
III. Folklore
Dalam
penelitian kebudayaan yang menjadi ciri khas dan pendekatan lain adalah Folklore.
Menurut Balys folklore terdiri dari
kepercayaan rakyat, ilmu rakyat dan puisi rakyat. Oleh karena itu penelitian folklore dapat bermula dari sebuah
cerita biasa, mitos, legenda dari rakyat, namuan memiliki arti dan makna yang
mendalam untuk memahami masyarakat. Espinosa menjelaskan Folklore terdiri dari
kepercayaan,adat, tahayyul, teka-teki, mitos, magic dan ilmu ghaib, sehingga
kajian folklore menjadi lebih menarik dengan mencari data melalui sebuah
pendekatan secara mendalam kepada informan untuk mengetahui kisah yang
sebenarnya.
Folklore menjadi sebuah pendekatan untuk memahami
kronologis dari sebuah relaita yang disampaikan namun kejelian sangat
diperlukan agar keabsahan data yang diperoleh menjadi benar. Studi folklore
menjadi menarik apabila disampaikan melalui sebuah pemahaman kepada orang yang
dituju.
B. Cara memperoleh Data dan Ciri Folklore
1.
Penyampaian
informasi yang diperoleh biasanya melalui pewarisan dan dalam proses penyampaian
dari mulut ke mulut dan terkadang uraian data yang dibutuhkan tanpa disadari
oleh subyek menyampaikannya.
2.
Proses
mendapatkan informasi sangat lama dan membutuhkan kesabaran dan kejelian dan
tidak menimbulkan kecurigaan dari informan
3.
Dalam
penemuan cerita sulit untuk mendapatkan pewaris asli pemilik kebudayaan itu
bahkan cenderung tidak menemukan siapa pengarangnya
4.
Cara
berpikir yang sederhana karena tidak memikirkan logika yang umum karena
mempunyai sebuah cirri khusus
5.
Bersifat
polos dalam arti tidak ada rekayasa dari sebuah cerita yang diperoleh, sehingga
perolehan data naturalis
6.
Data
yang dibutuhkan lebih banyakdari pengalaman subyek daripada data yang
terstruktur.
DAFTAR
ISI
Ucapan terima kasih….
Pendahuluan….
Kata
Pengantar UIN Suska Mengajar Jilid II…..
Sambutan............
1.
Rektor
UIN Suska Riau
2.
Wakil
Rektor III UIN Suska Riau
3.
Ketua
UIN Suska Mengajar Jilid II
Pengantar
Kajian Etnografi dan folkore…..
Daftar
isi….
1.
Wak
Saleh
2.
Anak
Cicak
3.
Si bisu
dari tualang
4.
Si
gendut yang mengelinding
5.
Pak,
agamanya apa ? talang mamak
6.
Anak
kami butuh keadilan
7.
Sering - sering datang ke sini….
The next
UIN SUska Mengajar Jilid III .. ?
Penutup
Memorian
Pengajar Muda Uin Suska Mengajar Jilid II..
Profil
Desa Rantau Langsat…
Peraturan
Desa Rantau Langsat tahun 2009…………..
Kisah Pertama
“Wak Saleh”
Setelah beberapa hari berada di perkampungan
suku Melayu Tua dan Suku Talang Mamak (Batang Gansal). Setiap awal pagi,
penulis menjalani rutinitas minggu pertama di sana bersama rekan – rekan para
pengajar muda UIN Suska Mengajar Jilid II. Banyak rasa yang terungkap keluh kesah, ada canda maupun tawa yang tersirat dari wajah – wajah
pengajar muda. Mereka merupakan
mahasiswa – mahasiswi asal pekanbaru, dan sedikit dengan Ungkapan “anak mama”,
maklum saja aktivitas mereka sebelumnya yang sebagian anak kos – kosan dan
kontrakan tapi, mau bergabung di komunitas ini.. hehe
Diantara rutinitas santai menjelang pelaksanaan
kegiatan mengajar, kami sambil lalu menikmati pemandangan anak–anak yang pergi
ke sekolah di Dusun Lemang di SD N 004 Rantau Lansat, Kecamatan Batang Gansal.
Mirisnya di antara delapan dusun yang
berjauhan. Dan hanya ada satu sekolah berstatus negeri yang tersusun
bangunannya, dengan fasilitas apa adanya.
Sambil menyapa anak – anak yang berangkat pergi ke sekolah, satu persatu senyum
mereka terlihat dari depan posko, Bagi
mereka para pengajar mda sudah dianggap seperti abang dan kakak sendiri,
masing–masing dari mereka mulai menyapa “kak”, “bang” kata mereka, sambil
memandang ke wajah mereka dengan melontarkan kata semangat pagi. Di lain sisi
dari antara banyak anak –anak yang berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki
tersebut dari kejauhan terdengar sayup–sayup seorang anak–anak yang biasa
bermain posko, sebut saja fauzan, dengan sepenggal lirik lagu Melayu “wakk Saleh” ,,
“wak saleh”, Langsung saja mata memandang kea rah suara tersebut dan langsung
senyum manis pun terpampang dengan sedikit tertawa perlahan dari kami yang
masih nongkrong di depan. Hahaha
Beberapa hari di sana dengan melaksanakan
beberapa kegiatan kami sudah mulai kenal/akrab dengan anak-anak di Dusun Lemang
menjadi kenal satu persatu walaupun tak banyak hapal nama (maklum lah masih
baru berada di tempat yang di tinggalkan) hehehe, dank arena suara ini taka
sing lagi di kenal dengan sedikit menggunakan bahasa mereka percakapan singkat
tersebut akhirnya berjalan.
Saya : Nak komano Fauzan.
Fauzan
: Nak ko Sokolah bang.
Saya
: Nanti, abis pulang sekolah maen ke posko ya”, ajak kawan-kawan
juga..Kita belajar sama-sama, banyak ini buku yang bisa dibaca.
Fauzan : iyaa..bang..
Akhirnya percakapan tersebut usai dengan
berlalunya, Fauzan akhirnya berjalan menuju ke Sekolah. Sesuai perjanjian
diawal.. hhehehe
Rombongan fauzan, kosim, dkk pun datang
tak lebih dari pukul 12.00 pulang dari sekolah. Di sambut manis dari pengajar
muda UIN Suska mengajar, satu per satu pengajar muda mulai beranjak untuk
mengajak mereka belajar. Yahh… walaupun di awal masih banyak nya mereka berada
di posko karena jadwal untuk turun ke dusun-dusun yang ada belum maksimal. Akhirnya
suasana posko menjadi ramai. walaupun tugas sudah di bagikan, ada yang
sebahagian memasak, mencuci dan bekerja sesuai bidang – bidang yang di buat. Tapi
berhubung kami hari itu penulis, reza, dan beberapa pengajar muda lainnya tidak
mendapat tugas mengajar untuk turun ke
dusun – dusun di sana, akhirnya mengajak
Fauzan,Kosim, dkk belajar. Reza Fahlepi yang mantan vokalis band dari
SMA nya dulu ini mulai mengajak sebagian anak–anak yang ada di posko tersebut untuk bermain gitar dan bernyanyi, sambil menemani perut yang
sudah mulai lapar. Heheheh
Beberapa anak –anak yang ada diposko
tersebut, Fauzan, Fausin, Kosim, Reval dan kemudian reza yang sibuk menghibur para pemirsa di posko ini terbuai dengan lagu mereka “wak saleh” nya serta beberapa lagu
yang hits daerah lainnya. Tak tau makna bagi penulis makna apa yang tersirat
dari lagu tersebut tetapi mempunyai daya tarik tersendiri bagi mereka, bukan
hanya lagu–lagu melayu tetapi berbalas pantun juga terdengar dari dalam posko
antara anak–anak putri yang bermain dan belajar bersama para pengajar muda
putri, serta dengan iming–iming akan mendapat hadiah dari pengajar muda UIN Suska
Mengajar membuat mereka semangat untuk berbalas pantun (anak–anak semangat,
walaupun hanya mendapatkan permen, kue, cemilan, pensil dan buku) dan sambil menikmati waktu
istirahat dari belajar mereka sebelumnya yang di dapatkan waktu sekolah tadi.
Gambar :
para Pengajar
Muda (Warsheto, Iis) bermain di posko
(Sumber : Dok, Uin Suska
Mengajar)
Karakter
mereka yang lucu, unik, polos dan tanpa tidak terlalu
banyaknya pengetahuan yang mereka rasakan daripada anak – anak yang bersekolah
di kota–kota besar, mulai dari peralatan, perlengkapan serta faktor
pendukung lainnya yang sangat memadai, kalau di kota anak–anak sudah mengetahui
internet (searching), malahan di warnet (warung internet) rata – rata di waktu
siang penuh dengan bermain game online, facebook, twitteran dan lebih parah
lagi buka situs pornografi. Kalau di bandingkan dengan anak–anak di Dusun
Lemang yang hanya menghabiskan bermain di luar, kebun dan sungai. Ini harusnya
menjadi dorongan bagi orang–orang tua yang berada di daerah cukup maju untuk
bisa mengarahkan anak–anak nya untuk
bisa memanfaatkan hasil dari uang belanja yang berikan.
Membahas sedikit dengan lebih luas tentang
Internet, Program pemerintah “Internet Sehat dan Positif” juga sudah di jalankan
dengan maksud dan tujuan memberikan pemahaman untuk anak –anak agar bisa
menggunakan internet dengan baik demi pembelajaran, serta
pemerintah juga sudah memblokir situs – situs porno dari beberapa provider
tetapi masih saja tetap ada. Namanya saja dunia maya yang bisa di buat dengan
bentuk dan jenis apa pun.
Walaupun ada beberapa
warung internet (warnet) yang memberikan peringatan ataupun pengumuman dengan
maksud dan tujuan yang sangat baik, yaitu memperingatkan kepada para adik –
adik kita untuk lebih memanfaatkan waktu belajar dan.
dengan membuat larangan keras
bagi yang menggunakan baju sekolah untuk tidak bermain (paling parah bagi yang
cabut/keluar dari jadwal pelajaran). Usaha yang baik ini dari para pemilik
usaha warung internet menurut saya sangat baik sekali untuk menjaga para
generasi–generasi bangsa ini (malahan ada beberapa di daerah warung internet
hanya di buka setelah pukul 12.00 wib–12 malam), walaupun di
sana–sini masih terdapat anak–anak sekolah yang menggunakan seragam bermain
warnet pada jam sekolah. Tetapi, inilah menjadi tugas bagi para pembaca dan kita semua
untuk mengingatkan kepada adik–adik kita. Tentunya kita sebagai pemuda–pemudi
juga memberikan contoh yang baik. Jangan hanya mencemaskan mereka tapi, tidak
sadar dengan diri sendiri. Ini malahan menjadikan kita sebagai bahan
perbandingan mereka untuk mencari alasan dengan mudahnya kepada orang tua dan
lainnya (abang kami saja sibuk tuh dengan game online, masa kami tak boleh ? )
.
Bukan hanya dampak
merekanya tapi kasihan kan
uang yang diberikan oleh orang tuanya hanya
untuk di habiskan oleh anak – anak untuk bermain game saja, yahh.. walaupun
sekali–sekali baik bagi mereka tapi kalau keterusan bisa nggak baik apalagi
mereka mulai tau atau hobi dengan bermain judi online,dll, kan bisa rusak tu
adik – adik kita. Okelah kalau orang tua mereka memiliki ekonomi kelas
menengah, coba yang tergolong ekonomi ke bawah, kan kasihan orang tuanya capek–capek
untuk memberi belanja hanya di habis kan untuk bermain yang tak ada manfaatnya.
Berikut saya tambahkan lagi sedikit
dokumentasi tetang para pengajar muda bermain bersama dengan anak – anak di Dusun lemang, Desa Rantau Lansat, para
pengajar muda sambil mengiming- imingi hadiah (pensil, permen, buku) dll ini… (bagi para pembaca yang ingin menyumbang, silahkan
menghubungi pengurus Uin Suska mengajar Jilid III, nanti mendapatkan cendramata
dan pin dari Kami pengurus) hehehe
Gambar : Pengajar Muda (Haryati, Hadde) bermain gambar dengan
anak – anak di sana
Sumber : (Dok. Uin Suska Mengajar)
Tapi kalau sedikit membandingkan
dengan semangat mereka dalam belajar ini luar biasa, dengan keterbatasan yang di miliki mereka
hilangkan pemikirann dan perasaan dengan
hadirnya para pengajar muda serta dengan pemberian motivasi dan
dorongan dari para pengajar muda yang bersama belajar mencoba mengikuti
karakter anak–anak tersebut, terlihat Senyum mereka yang tak bisa di lupakan,
senyum harapan dan senyum kepedulian dan seakan–akan, menjadi pelajaran yang
sangat berharga dan tak ternilai dengan uang, bukan hanya keluarga baru lagi di
dapat. Mereka juga seperti merasakan mendapat guru baru (walaupun hanya sedikit
berbeda dari guru–guru mereka di sekolah, anak–anak di sana awalnya tidak
mengetahui bahwa para pengajar muda UIN suska Mengajar ini masih kuliah, tapi
setelah di ceritakan dengan senyuman akhirnya mereka mengerti dan 100 % dari
anak–anak ingin melanjutkan sekolah lebih tinggi lagi sesuai dengan cita- cita
yang mereka inginkan) dengan lembut dan sedikit santai para pengajar muda yang
mengajar mereka tetap dengan konsep belajar
sambil bermain, bukan hanya belajar secara serius yang akan menjadikan
anak – anak bosan karena belajar seharian. Seperti perumpaan berikut kiranya
menurut penulis, tapi tak tau lah apakah para pembaca setuju “happy fun and
happy seriously”.. (Sok – sok bahasa inggris) , artinya kadang hidup di bawa bahagia
dan kadang di bawa serius tohh….(kalau ada yang protes,
saya hargai karena speaking english
masih kurang) hehehe
Lihatlah senyum harapan si Ojiee , Salah satu
anak di Dusun Lemang yang mempunyai kekurangan juga tetapi tidak pernah
berhenti untuk data datang ke posko untuk belajar, hampir setiap hari wajah
sang anak datang dan bercerita satu persatu dengan para pengajar muda. Disambut
baik dan sembari memegang tangan saya berjumpa. Ketika
di ajak untuk berkomunikasi hanya tersenyum, sangat jarang balasan komunikasi
saya di jawab oleh ojiee… Lambat
sekali daya tangkap berpikir dan untuk berkomunikasi saja agak susah, paling tidak dengan daerahnya yang di tinggalkan tapi
semangat dari anak ini bisa menjadi acuan bagi anak–anak yang lain…
Gambar : Oji, salah satu anak – anak
suku melayu tua
(sumber : dok, Uin Suska mengajar)
Liat, lah semangat mereka para
adik–adik kita di sana ketika
telah mendapat hadiah- hadiah yang di imingi dari para pengajar muda Uin suska
Mengajar jilid II, walaupun mereka ditinggalkan sebentar tetapi masih menunggu para pengajar muda untuk melanjutkan belajarnya..(ada –
ada saja trik pengajar muda ini untuk meningkatkan semangat mereka)
Gambar : Anak – anak sibuk belajar , dengan ketentuan dan syarat
dari pengajar muda (Latihan).. hehehe bilang saja mereka mau diskusi toh,
ketangkap kamera juga…
Sumber : Dok, UIn Suska Mengajar
Balik lagi ke topik “wak saleh” nih.. Setelah
pukul 14.00 wib – selesai, akhirnya para
anak – anak di sana mereka
pulang karena mereka sebahagian ada yang permisi pulang untuk makan siang di rumah, dan ada juga sebagian yang menyantap makan siang bersama rekan –
rekan pengajar muda di posko Uin Suska mengajar dan ada juga sebahagian tidak
(mungkin karena malu, maklum sajalah… heheh), sebagian dari mereka dengan
membantu orang tua bekerja ataupun mencari ikan dengan cara menembak sambil
mandi di sungai batang gansal yang dingin,sejuk dan top lah pokoknya…. Lirik
“wak saleh” akhirnya Menjadi soundtrack hingga sampai sekarang ketika kami
berkunjung seperti ada ciri khas bagi mereka, tapi ini hanya di dusun lemang
dan jarang bagi dusun lain yang mengetahui lirik dan suka lagu ini.
Gambar :
Keceriaan wajah anak – anak di sana yang belajar sambil bernyanyi di posko
Sumber : Dok, UIN Suska mengajar
Salah satu pengajar muda bernyanyi, bermain
gitar dengan anak – anak di sana. Tapi bukan tentang lagu “wak saleh”… rupanya
belum
terdokumentasi oleh saya. (sepertinya ada tapi
tidak tahu di mana dokumentasinya) hehe
Bercerita sedikit tentang
semangat, anak–anak di Rantau Lansat ini sangat luar biasa, untuk mendapatkan
pendidikan mereka harus jalan kaki naik dan turun bukit di dalam hutan
belantara, serta menyeberangi sungai untuk bisa sampai ke sanggar belajar dan
sekolah dasar di Dusun Lemang. Kadang sebagian
mereka tidak mengenakan/menggunakana pakaian (seragam sekolah, sekarang
sudah mulai ada) mereka sebelum akhirnya sampai ke sekolah. Bahkan ini bukan di
alami oleh mereka saja tetapi masih ada terdapat di beberapa tempat yang ada di
pelosok negeri ini, malahan derita yang mereka alami ini mungkin lebih keras
lagi perjuangannya untuk mereka sampai ke sekolah daripada anak –anak di Rantau
Lansat (hehehe tapi kita bahas desa ini saja dahulu) bisa lah para pembaca
lihat – lihat di media tv nasional dalam beberapa acara pendidikan dan orang–orang
pinggiran, dll.
Gambar : anak – anak Dusun
Siamang yg setiap hari harus menyeberangi rakit dan berjalan kaki untuk
bersekolah ke dusun lemang (SD N 004 Rantau Lansat)
Sumber : Dok, UIN Suska Mengajar
Sumber : Dok, UIN Suska Mengajar
**
Salah satu program untuk meningkatkan motivasi
anak – anak di Desa Rantau Lansat dalam mengajar, UIN Suska Mengajar Jilid II
membuat suatu ruang belajar selain di dalam posko, yaitu Rumah Pintar. Pastinya para pembaca bisa
mendefinisikan apa tujuan dari para pengajar muda UIN suska Mengajar untuk
membuat “Rumah Pintar” ini. Bukan cuman cerita saja… ini
kegiatan di posko untuk membuat rumah pintar yang berlokasi di depan posko nih....
:D nihhh..lihat saja buktinya…
Gambar : penulis bersama rekan pengajar muda lainnya membuat rumah
pintar untuk belajar bersama anak – anak di sana
(sumber : dok Uin Suska
Mengajar)
Ini bukan hanya sebagai
simbolis tetapi motivasi dan dorongan bahwasanya banyak tempat dan ruang untuk
belajar kalau kita mau untuk belajar. Untuk adik–adik kita di sana sebagai
gambar kecil untuk mereka. Bahwa dengan gubuk yang sesederhana ini kita bisa
ciptakan belajar sambil bermain yang kondusif sehingga tingkat motivasi menimba ilmu yang lebih dalam dan luas lagi bisa lebih daripada
mereka yang harus di paksakan belajar pada saat berada di rumah saja.
Serta kepada para pembaca
bisa membuat hal yang serupa dengan tempat para pembaca tinggal, misalnya yang
sudah ada Rumah Baca, Gubuk Baca, Taman Bacaan, Perpustakaan Mini, Rumah Baca
Pintar, Kita, Rumah Pena dan Kelana Muda serta lainnya. Pastinya para pembaca
juga mempunyai ide- ide serta inovasi dan kreatifitas yang luar biasa melebihi
saya sehingga kita bisa mengurangi para buta – buta huruf dan meningkatkan
generasi – generasi yang cerdas sehingga ke depannya bangsa ini lebih baik.
(saya tidak merasa sakit hati, malahan saya mengacungi jempol kepada para
pembaca yang mau membuat kegiatan ini) hehehe
Kata ‘Pendidikan’ itu di awali dengan kata “Didik”
artinya kita kita bisa mendidik.
Sementara kata ‘Pengajaran’ itu di awali dengan kata
“Ajar” arti nya mengajar.
Kalau dua kata ini bisa di realisasikan kepada kehidupan
masyarakat, mungkin bangsa ini akan lebih baik dan untuk generasi yang lebih
bermartabat. (reza fahlepi)
“Berhentilah mengutuk,
menyalahkan keadaan, menyempitkan lingkungan, kalau kita belum mengabdi”
Terlalu banyak kenangan, kami di
sana..
Kami, baru sadar selama ini hanya
selalu mendengar dan menyakiti hati mereka…
Bodohnya…. kenapa tidak dari dahulu..
Kita sering menganggap sama
dengan kita tanpa kita mau jenguk mereka…
Kita sering tidak adil kepada
mereka, malahan memperlakukan mereka sebagai penghias di layar televisi..
Sia – sia tanpa bisa mengabdi,
berbagi kepedulian bersama kalian wahai generasi dengan sejuta impian…
Wahai, sang pengajar muda…
Datang lah kepada mereka…
Safrizal hasbi
|
[1] Suwardi
Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, Gajah Mada University
Press,2006,hlm 50
[2]http://kalifasociety.blogspot.com/2011/07/etnografi-model-pendekatan-kajian.html
diakses tanggal5
Juni 2014
Nantikan cerita selanjutnya,,, selalu update..:)
0 comments:
Post a Comment