Monday 11 January 2016

Aku, Kami dan Mereka.. Kisah Pertama "Wak Saleh"



UCAPAN TERIMA KASIH
          Puji syukur kepada ALLAH Swt yang memberikan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga buku dengan judul Aku, Kami dan Mereka (studi Etnografi, Folklore tentang kehidupan Suku Talang Mamak dan Suku Melayu Tua di Desa Rantau Lansat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau) yang dalam kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ini. Perjalanan saya kali ini di Suku Talang Mamak dan Melayu Tua ini bias dapat di selesaikan baik. Ucapan terima kasih dan syukur saya sampai kan karena, jika tidak do’a, dukungan dan bantuan, buku ini belum bisa menjadi bacaan bagi kita semua, aminn :
1.      Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT
2.      Dan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW
3.      Papa dan mama, serta keluarga besar saya.
4.      Terima kasih kepada Ibu. Dhana Nasution, M. Pd sebagai pembimbing kajian etnografi dan folkore.
5.      Terima kasih kepada Rektor Uin Suska Riau, Kabag, dosen serta lainnya.
6.      Buat sahabat – sahabat para pengajar muda di Komunitas Uin Suska Mengajar Jilid I  dan II.
7.      Buat sahabat – sahabat terdekat dan terjauh penulis.terutama Melba Fery fadly, S.Kom dan Riki Ariyanto, S.Kom.
8.      Kepada Kapolsek Batang Gansal, Pihak Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Pihak PKHS (Program Konservasi Harimau Sumatra), Sapulidi Center,Komunitas  Rumah Peradaban, Serta komunitas, lembaga, ormas lainnya.
9.      Terima kasih Kepada Kepala Desa Rantau Lansat dan Pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu, serta tokoh – tokoh masyarakat, adat, agama, seni, pemuda, Dll.
10.  Terima Kasih Kepada Pemerintahan Kabupaten Rokan Hulu, Tokoh Masyarakat
11.  Terima kasih kepada Pak Tuo, Pak M. Nasir dan Bang Iskandar yang telah menjadi inspirasi bagi kami serta isi dari etnografi ini.  
12.  Terima kasih kepada ayahanda, ibunda, abang, kakak,adik, kami di desa rantau  langsat, kec.batang gansal, Inhu.
13.  Terima kasih kepada sahabat – sahabat di media online Gagasan.com, inhilklik.com, Goriau.com, Rohulklik.com, Bengkalis.com, lainnya. Serta seluruh media cetak yang membantu dalam publikasikan buku (etnografi)
14.  Terima kasih kepada para pembaca, jika kiranya buku ini bermanfaat.

Mohon maaf  sebesar–besarnya penulis haturkan kepada seluruh pihak jika penulis tak uraikan satu–persatu, bagi penulis kita mempunyai peranan yang besar untuk bangsa ini. Hal kecil dan langkah kecil telah kita mulai, tinggal bagaimana kita membuatnya menjadi besar, ini membuat bangsa ini menjadi lebih baik serta untuk ummat yang bermartabat.

PENDAHULUAN
          Masih adanya beberapa masyarakat suku–suku pedalaman yang di provinsi riau ini, sebut saja Suku Talang Mamak, Suku Melayu Tua, Suku Laut, Suku Akit, Suku Bonai, Suku Sakai Dan Suku Kubu. Ada sebahagian yang sudah mulai maju dan mundur. Banyak factor yang membuat maju dan mundurnya suku–suku tersebut. Pertama factor alam yang sudah di buka lahan serta hutan–hutan untuk pembuatan perkebunan, dll. Kedua : modernisasi zaman, sebagian dari penduduk dari suku–suku sudah beralih ke zaman sekarang ini, sedikit demi sedikit mereka meregenerasi yang akhirnya mereka meninggalkan budaya mereka secara perlahan–lahan.
            Di dalam penulisan etnografi ini, penulis menceritakan perjalanan dengan mengabdi bersama komunitas UIN Suska Mengajar Jilid II, Di Desa Rantau Lansat, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, yang terletak di dalam kawasan Konservasi Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). Pada Desa Rantau Lansat  terdapat 3 (tiga) suku pedalaman yang tinggal di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh tersebut yaitu Suku Melayu Tua, Suku Talang Mamak dan Suku Anak Dalam (kubu). Di perjalanan kegiatan advokasi pendidikan ini penulis baru berkomunikasi dan bertemu dengan 2 (dua) suku yaitu Suku Melayu Tua dan Suku Talang Mamak, sementara untuk Suku Anak Dalam (Kubu) selama penulis berada lebih kurang + 1 (satu) bulan ini belum bertemu di sepanjang perjalanan bersama Komunitas UIN suska Mengajar Jilid II.
            Ini sedikit gambaran tentang kondisi kelompok suku pedalaman di Desa Rantau Lansat. Tapi, dalam buku ini hanya memuat tentang suku Talang Mamak Batang Gansal yang ada di Desa Rantau Lansat, bukan Suku Talang Mamak secara kesuluruhan.  Data ini penulis dapatkan Berdasarkan hasil wawancara, diskusi, Tanya jawab bersama  tokoh adat, masyarakat, agama, pemerintah, pemuda  serta melihat kondisi yang real akhirnya penulis membuat buku ini. Walaupun beberapa judul mungkin tidak terlalu monoton tetapi di dalam buku ini materi  dari setiap judulnya mempunyai karakter/cerita masing – masing, jadi penulis mengharapkan para pembaca mengerti nantinya hasil dari membaca buku ini. Buku ini sengaja di tulis dengan metode secara ilmiah, penggabungan data di lapangan dengan sedikit cerita dan comedian kiranya dapat menarik hati para pembacanya nantinya. Semoga buku ini bisa menjadi referensi dan memberikan inspirasi kepada para pembaca. Aminn …
            Mungkin buku ini, tidak sebaik buku–buku yang ada, maklum saja penulis yang bukan latar belakang seorang jurnalistik dan penulis, kali pertamanya terjun menjadi penulis dan langsung untuk membuat buku ini. Tapi tetap pada akhir penyusunan tetap penulis melakukan sharing dan koreksi kepada guru – guru yang membidangi ini, tentunya para jurnalistik, antropolog dan sejarahawan. Semoga buku ini memberi manfaat kepada kita semua… Amin….
Selamat membaca…

Sekira nya buku ini bermanfaat, di harapkan kerja sama dari para pembaca untuk menghubungi kerabat, sahabat terdekatnya untuk meminjam buku ini, atau hubungi penulis untuk bisa menambah buku bacaan dari sahabatnya.

 SAMBUTAN
REKTOR UIN SUSKA RIAU
Sampai saat ini, hampir tujuh puluh tahun Indonesia merdeka, memang  sudah banyak perubahan dan kemajuan yang dicapai. Akibatnya terjadi hiruk pikuk dalam hampir seluruh sektor kehidupan.  Di bidang politik gunjang ganjing dapat kita saksikan setiap saat. Di sektor pembangunan ekonomi tak dapat disangkal lagi bahwa gegap gempita pembangunan telah menghantarkan lebih separoh penduduk Indonesia berada di kelas menengah ke atas. Indonesia masuk salah satu dari dua puluh negara besar di sektor ekonomi.
Dalam suasana yang demikian, mungkin banyak orang sibuk dengan kehidupannya sendiri. Banyak orang lupa menoleh ke kanan dan ke kiri; melihat lingkungan sekitar. Sungguh memprihatinkan bahwa ternyata ada segmen yang diremehkan dan terabaikan. Sektor pendidikan. Meskipun sampai saat ini sudah ada perhatian dengan peningkatan anggaran pendidikan di atas kertas sampai 20 persen, namun dalam realitasnya belum dapat meningkatkan secara signifikan peringkat indeks kemanusiaan di kalangan dunia internasional. Ini terbukti dari Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat  SLTA nasional baru mencapai 60 persen dan peringkat human index  di kalangan Asia Tenggara saja masih kelas bawah. Selain itu, data statistik tahun 2013 menunjukkan masih ada sekitar 14,5 juta penduduk Indonesia usia sekolah yang masih buta huruf.
Bila kita melongok lagi lebih ke dalam, di pedalaman, kita akan menyaksikan banyak hal yang tak terduga dan tak terpikirkan selama ini. Dari data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, ada sebanyak 183 kabupaten di Indonesia yang masih belum berkembang, alias masih tertinggal. Istimewanya, tidak ada satupun kabupaten di Provinsi Riau yang masuk daftar daerah tertinggal tersebut. Seolah-olah semua daerah di Riau sudah maju dan tidak tertinggal lagi. Hal ini merupakan tipu daya yang mengaburkan realitas yang sebenarnya, karena mungkin kepala daerah merasa malu kalau disebut di daerahnya masih ada sebagian rakyatnya yang tertinggal, bahkan sangat tertinggal. Realitas suku-suku seperti suku Bonai, Sakai, Talangmamak, Kubu,dan  Akit yang tersebar di berbagai daerah di Riau yang masih sangat kurang tersentuh pembangunan. Mereka masih tertinggal dalam segala sektorkehidupan  kecuali originalitas budaya dan tradisi mereka yang penuh kesederhanaan.
Buku yang di hadapan para pembaca ini akan menyingkap sekelumit realitas yang ada di daerah pedalaman tersebut sebagai ekspresi pengalaman “guru-guru muda”  di bawah panji-panji kegiatan UIN SUSKA mengajar. Meskipun sekelumit, boleh jadi membuat mata para pembaca yang memiliki sensitivitas akan terbelalak mengetahui kenyataan-kenyataan yang dialami oleh masyarakat tempatan. Pengalaman “guru-guru muda ini” yang dituangkan dalam buku ini menggambarkan betapa banyak tugas dan tanggung jawab bangsa ini untuk menjadikan setiap anak bangsa ini sama-sama maju, adil, dan sejahtera.
Atas nama Civitas akademika Universitas, saya menghaturkan apresiasi setinggi-tingginya kepada para guru muda yang tergabung dalam kegiatan UIN Suska mengajar yang mengalamannya dituangkan dalam buku UIN Suska Mengajar jilid II ini. Semoga ada manfaatnya.
Pekanbaru, Medio Oktober 2014.
Munzir Hitami


SAMBUTAN
WAKIL REKTOR III UIN SUSKA RIAU
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas karunia-NYA saya dapat membaca naskah buku : Aku, Kami dan Mereka”, Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Rasulullah SAW.
Saya menyambut baik tulisan syafrizal hasbi dan kawan – kawan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk menuju yang lebih baik lagi. Tidak ada sesuatu yang besar tanpa diawali dari yang keciil. Mudah – mudahan, meskipun diawali dari yang kecil, ini akan membawa perubahan besar.
Dalam tulisan “aku, kami dan mereka” penulisanya ingin menjelaskan secara tersirat bahwa sebagai mahasiswa baik secara perorangan maupun kelompok bisa  memiliki kepedulian social terhadap orang lain. Mereka ingin mengekspresikan bahwa diantara mereka dengan orang – orang yang berada jauh di pedalaman tidak berbeda. Semangat seperti ini perlu ditularkan kepada orang lain.
Melalui program UIN Suska Mengajar semoga akan menghasilkan karya – karya yang lain. Saudara Syafrizal hasbi dan kawan –kawan telah menginspirasi teman – teman mahasiswa yang lainnya. Semoga karya ini dapat dibaca oleh orang banyak dan memberikan secercah pencerahan kepada saudara- saudara kita yang tinggal dipedalaman. Teruslah berkarya bagi orang banyak dan jangan pernah menganggap karya anda kecil dan tidak bermakna. Semua karya ada maknanya. Mungkin tidak hari ini anda menikmati. Tapi, suatu saat orang tahun bahwa anda telah berbuat.
                                                                                Pekanbaru , medio April 2015
                                                                                  Ttd
                                                                                       DR.Tohirin. M.Psi

 
SAMBUTAN
UIN SUSKA MENGAJAR JILID II

“Langkah Kecil Untuk Perubahan Besar”



“Pada hakikatnya, perubahan besar itu adalah perubahan diri sendiri, sehingga kita mengenal siapa diri kita, dari mana kita,untuk apa kita,dan siapa kita, dengan kegiatan Uin Suska Mengajar ini kita ingin, kita bisa mengenal lebih dekat suka duka dari wajah indonesia, hingga akan timbul cinta,dan hadir kerinduan…..
Dan pada akhirnya kita akan merasa MALU ketika hanya BERDIAM DIRI melihat tangisan dan lolongan kesakitan bangsa ini. banyak perubahan yang kita lalui, banyak wajah dan ternyta bukan hanya diri kita yang hadir pada jiwa ini.
Ternyata sahabat - sahabat kita, teman - teman kita adalah cerminan dari kita. siapa orang di sekeliling kita, itu lah kita.

Ketika kita membenci, membenci sahabat kita, teman dekat kita. artinya kita membenci kita sendiri. karena teman dan sahabat itu cerminan diri kita.
(Reza Pahlepy, Ketua Uin Suska Mengajar Jilid II)



"Kalau Tidak Bisa  Membersihkan, Jangan Sampai Mengotori"
PENGANTAR KAJIAN ETNOGRAFI dan FOLKLORE
Oleh :  Rosramadhana, M.Si
(Dosen Antropologi Universitas Medan)

I. Pengertian Etnografi
               Model etnografi merupakan pendekatan yang dilakukan kepada subyek lebih mendalam dan intensif. Menurut Endraswara (2006) kajian etnografi merupakan penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan sebagaimana adanya. Artinya, dalam penelitan ini peran peneliti hanya sebagai pencatat dan atau pengamat dari sebuah peristiwa yang berlangsung tanpa campur tangan peneliti untuk mengarahkan peristiwa tersebut. Penelitian etnografi merupakan jenis penelitian untk menggambarkan sebuah kebudayaan itu sangat naturalis dan apa adanya. Biasanya peneliti menjadi banyak belajar dari sebuah pengalaman kebudayaan.
               Dalam konteks ilmu Antropologi pendekatan etnografi merupakan suatu kondisi dimana menemukan suatu hal yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman kita dalam masyarakat dan menggali peristiwa secara mendalam. Etnografi merupakan suatu metode untuk memandang suatu gejala budaya dan mendiskripsikannya, gejala yang ditemukan yang bersifat unik dan sistimatik sebelum merumuskan suatu kesimpulan. Etnografi pada dasarnya lebih memanfaatkan tekhnik pengumpulan data pengamatan berperan serta (partisipantnobservation)[1].
               Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang mengikuti zaman modern pendekatan etnografi menjadi ketertarikan  para ilmuan sosial khususnya antropologi untuk melihat gejala yang timbul sebagai suatu konstruksi budaya dalam masyarakat. Dalam konteks penelitian ini selanjutnya melihat etnografi feminis dimana perempuan dijadikan subyek berdasarkan pengalaman yang dialaminya.

II. Model Etnografi
A.    Metode Etnografi Model James Spradley
   Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian, dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi. Margareth Mead menegaskan, “Anthropology as a science is entirely dependent upon field work records made by individuals within living societies. Dalam bukunya “Metode Etnografi”, James Spardley mengungkap perjalanan etnografi dari mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru. Kemudian dia sendiri juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru.
   Etnografi mula-mula (akhir abad ke-19). Etnografi mula-mula dilakukan untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul di permukaan bumi sampai ke masa terkini. Tak ubahnya analisis wacana, mereka ilmuwan antropologi pada waktu itu melakukan kajian etnografi melalui tulisan-tulisan dan referensi dari perpustakaan yang telah ada tanpa terjun ke lapangan. Namun, pada akhir abad ke-19, legalitas penelitian semacam ini mulai dipertanyakan karena tidak ada fakta yang mendukung interpretasi para peneliti. Akhirnya, muncul pemikiran baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri alias berada dalam kelompok masyarakat yang menjadi obyek kajiannya[2] .

B.     Etnografi Modern (1915-1925)
   Dipelopori oleh antropolog sosial Inggris, Radclifffe Brown dan B. Malinowski, etnografi modern dibedakan dengan etnografi mula-mula berdasarkan ciri penting, yakni mereka tidak terlalu mamandang hal-ikhwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan suatu kelompok masyarakat (Spradley, 1997). Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa kini, yaitu tentang the way of life masayarakat tersebut. Menurut pandangan dua antropolog ini tujuan etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Untuk itu peneliti tidak cukup hanya melakukan wawancara, namun hendaknya berada bersama informan(live in) sambil melakukan observasi.

C.          Etnografi Baru Generasi Pertama (1960-an)
Ethnografi yang berasal dari sebuah landasan pemikiran antropologi kognitif kemudian dikembangkan Spradley dan menemukan dan mengembangkan sebuah pemikiran Spradley yang menjelaskan bahwa  etnografi baru dalam perspeftif dan paradigm baru bahwa kajian ilmu antropologi bukan merupakan hak dan kebebasan dalam kajian antropologi semata melainkan dapat berkolaborasi dengan ilmu-lain yang dapt memaparkan sebuah fenomena budaya yang dimiliki dalam pandangan emik dan etik. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran Spradley didasari untuk memurnikan kajian antropologi dengan pendekatan ethnografi didalamnya, sehingga proses hibridasi dari generasi lama ke generasi baru menjadi sebuah benang merah dari cerita dan pengalaman subyek.

III.  Folklore
Dalam penelitian kebudayaan yang menjadi ciri khas dan pendekatan lain adalah  Folklore. Menurut Balys folklore terdiri dari kepercayaan rakyat, ilmu rakyat dan puisi rakyat. Oleh karena itu penelitian folklore dapat bermula dari sebuah cerita biasa, mitos, legenda dari rakyat, namuan memiliki arti dan makna yang mendalam untuk memahami masyarakat. Espinosa menjelaskan Folklore terdiri dari kepercayaan,adat, tahayyul, teka-teki, mitos, magic dan ilmu ghaib, sehingga kajian folklore menjadi lebih menarik dengan mencari data melalui sebuah pendekatan secara mendalam kepada informan untuk mengetahui kisah yang sebenarnya.
Folklore  menjadi sebuah pendekatan untuk memahami kronologis dari sebuah relaita yang disampaikan namun kejelian sangat diperlukan agar keabsahan data yang diperoleh menjadi benar. Studi folklore menjadi menarik apabila disampaikan melalui sebuah pemahaman kepada orang yang dituju.

B. Cara memperoleh Data dan Ciri Folklore
1.      Penyampaian informasi yang diperoleh biasanya melalui pewarisan dan dalam proses penyampaian dari mulut ke mulut dan terkadang uraian data yang dibutuhkan tanpa disadari oleh subyek menyampaikannya.
2.      Proses mendapatkan informasi sangat lama dan membutuhkan kesabaran dan kejelian dan tidak menimbulkan kecurigaan dari informan
3.      Dalam penemuan cerita sulit untuk mendapatkan pewaris asli pemilik kebudayaan itu bahkan cenderung tidak menemukan siapa pengarangnya
4.      Cara berpikir yang sederhana karena tidak memikirkan logika yang umum karena mempunyai sebuah cirri khusus
5.      Bersifat polos dalam arti tidak ada rekayasa dari sebuah cerita yang diperoleh, sehingga perolehan data naturalis
6.      Data yang dibutuhkan lebih banyakdari pengalaman subyek daripada data yang terstruktur.

 
DAFTAR ISI
 Ucapan  terima kasih….
Pendahuluan….
Kata Pengantar UIN Suska Mengajar Jilid II…..
Sambutan............
1.      Rektor UIN Suska Riau
2.      Wakil Rektor III UIN Suska Riau
3.      Ketua UIN Suska Mengajar Jilid II  
Pengantar Kajian Etnografi dan folkore…..
Daftar isi….
1.             Wak Saleh
2.             Anak Cicak
3.             Si bisu dari tualang
4.             Si gendut yang mengelinding
5.             Pak, agamanya apa ? talang mamak
6.             Anak kami butuh keadilan
7.             Sering  - sering datang ke sini….

The next UIN SUska Mengajar Jilid III .. ?
Penutup
Memorian Pengajar Muda Uin Suska Mengajar Jilid II..
Profil Desa Rantau Langsat…
Peraturan Desa Rantau Langsat tahun 2009…………..
 
Kisah Pertama
“Wak Saleh”

Setelah beberapa hari berada di perkampungan suku Melayu Tua dan Suku Talang Mamak (Batang Gansal). Setiap awal pagi, penulis menjalani rutinitas minggu pertama di sana bersama rekan – rekan para pengajar muda UIN Suska Mengajar Jilid II. Banyak rasa yang terungkap keluh  kesah, ada canda  maupun tawa yang tersirat dari wajah – wajah pengajar muda.  Mereka merupakan mahasiswa – mahasiswi asal pekanbaru, dan sedikit dengan Ungkapan “anak mama”, maklum saja aktivitas mereka sebelumnya yang sebagian anak kos – kosan dan kontrakan tapi, mau bergabung di komunitas ini.. hehe

Diantara rutinitas santai menjelang pelaksanaan kegiatan mengajar, kami sambil lalu menikmati pemandangan anak–anak yang pergi ke sekolah di Dusun Lemang di SD N 004 Rantau Lansat, Kecamatan Batang Gansal. Mirisnya  di antara delapan dusun yang berjauhan. Dan  hanya ada  satu sekolah berstatus negeri yang tersusun bangunannya, dengan fasilitas  apa adanya. Sambil menyapa anak – anak yang berangkat pergi ke sekolah, satu persatu senyum mereka terlihat dari  depan posko, Bagi mereka para pengajar mda sudah dianggap seperti abang dan kakak sendiri, masing–masing dari mereka mulai menyapa “kak”, “bang” kata mereka, sambil memandang ke wajah mereka dengan melontarkan kata semangat pagi. Di lain sisi dari antara banyak anak –anak yang berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki tersebut dari kejauhan terdengar sayup–sayup seorang anak–anak yang biasa bermain posko, sebut saja fauzan, dengan  sepenggal lirik lagu Melayu “wakk Saleh” ,, “wak saleh”, Langsung saja mata memandang kea rah suara tersebut dan langsung senyum manis pun terpampang dengan sedikit tertawa perlahan dari kami yang masih nongkrong di depan. Hahaha
Beberapa hari di sana dengan melaksanakan beberapa kegiatan kami sudah mulai kenal/akrab dengan anak-anak di Dusun Lemang menjadi kenal satu persatu walaupun tak banyak hapal nama (maklum lah masih baru berada di tempat yang di tinggalkan) hehehe, dank arena suara ini taka sing lagi di kenal dengan sedikit menggunakan bahasa mereka percakapan singkat tersebut akhirnya berjalan.
Saya : Nak komano Fauzan.
Fauzan   : Nak ko Sokolah bang.
Saya     : Nanti, abis pulang sekolah maen ke posko ya”, ajak kawan-kawan juga..Kita belajar sama-sama, banyak ini buku yang bisa dibaca.
Fauzan : iyaa..bang..

Akhirnya percakapan tersebut usai dengan berlalunya, Fauzan akhirnya berjalan menuju ke Sekolah. Sesuai perjanjian diawal.. hhehehe

Rombongan fauzan, kosim, dkk pun datang tak lebih dari pukul 12.00 pulang dari sekolah. Di sambut manis dari pengajar muda UIN Suska mengajar, satu per satu pengajar muda mulai beranjak untuk mengajak mereka belajar. Yahh… walaupun di awal masih banyak nya mereka berada di posko karena jadwal untuk turun ke dusun-dusun yang ada belum maksimal. Akhirnya suasana posko menjadi ramai. walaupun tugas sudah di bagikan, ada yang sebahagian memasak, mencuci dan bekerja sesuai bidang – bidang yang di buat. Tapi berhubung kami hari itu penulis, reza, dan beberapa pengajar muda lainnya tidak mendapat tugas mengajar  untuk turun ke dusun – dusun di sana, akhirnya  mengajak Fauzan,Kosim, dkk belajar. Reza Fahlepi yang mantan vokalis band dari SMA nya dulu ini mulai mengajak sebagian anak–anak yang ada di posko tersebut untuk bermain gitar dan bernyanyi, sambil menemani perut yang sudah mulai lapar. Heheheh

            Beberapa anak –anak yang ada diposko tersebut, Fauzan, Fausin, Kosim, Reval dan kemudian reza yang sibuk menghibur para pemirsa di posko ini terbuai dengan lagu mereka “wak saleh” nya serta beberapa lagu yang hits daerah lainnya. Tak tau makna bagi penulis makna apa yang tersirat dari lagu tersebut tetapi mempunyai daya tarik tersendiri bagi mereka, bukan hanya lagu–lagu melayu tetapi berbalas pantun juga terdengar dari dalam posko antara anak–anak putri yang bermain dan belajar bersama para pengajar muda putri, serta dengan iming–iming akan mendapat hadiah dari pengajar muda UIN Suska Mengajar membuat mereka semangat untuk berbalas pantun (anak–anak semangat, walaupun hanya mendapatkan permen, kue, cemilan,  pensil dan buku) dan sambil menikmati waktu istirahat dari belajar mereka sebelumnya yang di dapatkan waktu sekolah tadi.

 
Gambar : para Pengajar Muda (Warsheto, Iis) bermain di posko
(Sumber : Dok, Uin Suska Mengajar)
           
Karakter  mereka yang lucu, unik, polos dan tanpa tidak terlalu banyaknya pengetahuan yang mereka rasakan daripada anak – anak yang bersekolah di kota–kota besar, mulai dari peralatan, perlengkapan serta faktor pendukung lainnya yang sangat memadai, kalau di kota anak–anak sudah mengetahui internet (searching), malahan di warnet (warung internet) rata – rata di waktu siang penuh dengan bermain game online, facebook, twitteran dan lebih parah lagi buka situs pornografi. Kalau di bandingkan dengan anak–anak di Dusun Lemang yang hanya menghabiskan bermain di luar, kebun dan sungai. Ini harusnya menjadi dorongan bagi orang–orang tua yang berada di daerah cukup maju untuk bisa mengarahkan anak–anak nya untuk  bisa memanfaatkan hasil dari uang belanja yang berikan.

Membahas sedikit dengan lebih luas tentang Internet, Program pemerintah “Internet Sehat dan Positif” juga sudah di jalankan dengan maksud dan tujuan memberikan pemahaman untuk anak –anak agar bisa menggunakan internet dengan baik demi pembelajaran, serta pemerintah juga sudah memblokir situs – situs porno dari beberapa provider tetapi masih saja tetap ada. Namanya saja dunia maya yang bisa di buat dengan bentuk dan jenis apa pun.

Walaupun ada beberapa warung internet (warnet) yang memberikan peringatan ataupun pengumuman dengan maksud dan tujuan yang sangat baik, yaitu memperingatkan kepada para adik – adik kita untuk lebih memanfaatkan waktu belajar  dan.  dengan membuat larangan  keras bagi yang menggunakan baju sekolah untuk tidak bermain (paling parah bagi yang cabut/keluar dari jadwal pelajaran). Usaha yang baik ini dari para pemilik usaha warung internet menurut saya sangat baik sekali untuk menjaga para generasi–generasi bangsa ini (malahan ada beberapa di daerah warung internet hanya di buka setelah pukul 12.00 wib–12 malam), walaupun di sana–sini masih terdapat anak–anak sekolah yang menggunakan seragam bermain warnet pada jam sekolah. Tetapi, inilah menjadi tugas bagi para pembaca dan kita semua untuk mengingatkan kepada adik–adik kita. Tentunya kita sebagai pemuda–pemudi juga memberikan contoh yang baik. Jangan hanya mencemaskan mereka tapi, tidak sadar dengan diri sendiri. Ini malahan menjadikan kita sebagai bahan perbandingan mereka untuk mencari alasan dengan mudahnya kepada orang tua dan lainnya (abang kami saja sibuk tuh dengan game online, masa kami tak boleh ? ) .

Bukan hanya dampak merekanya tapi kasihan kan uang yang diberikan  oleh orang tuanya hanya untuk di habiskan oleh anak – anak untuk bermain game saja, yahh.. walaupun sekali–sekali baik bagi mereka tapi kalau keterusan bisa nggak baik apalagi mereka mulai tau atau hobi dengan bermain judi online,dll, kan bisa rusak tu adik – adik kita. Okelah kalau orang tua mereka memiliki ekonomi kelas menengah, coba yang tergolong ekonomi ke bawah, kan kasihan orang tuanya capek–capek untuk memberi belanja hanya di habis kan untuk bermain yang tak ada manfaatnya.  

Berikut saya tambahkan lagi sedikit dokumentasi tetang para pengajar muda bermain bersama dengan anak – anak di Dusun lemang, Desa Rantau Lansat, para pengajar muda sambil mengiming- imingi hadiah (pensil, permen, buku) dll ini… (bagi para pembaca yang ingin menyumbang, silahkan menghubungi pengurus Uin Suska mengajar Jilid III, nanti mendapatkan cendramata dan pin dari Kami pengurus) hehehe


Gambar : Pengajar Muda (Haryati, Hadde) bermain gambar dengan anak – anak di sana
Sumber : (Dok. Uin Suska Mengajar)

            Tapi kalau sedikit membandingkan dengan semangat mereka dalam belajar ini luar biasa, dengan keterbatasan yang di miliki  mereka hilangkan pemikirann dan perasaan  dengan hadirnya para pengajar muda serta dengan pemberian motivasi dan dorongan dari para pengajar muda yang bersama belajar mencoba mengikuti karakter anak–anak tersebut, terlihat Senyum mereka yang tak bisa di lupakan, senyum harapan dan senyum kepedulian dan seakan–akan, menjadi pelajaran yang sangat berharga dan tak ternilai dengan uang, bukan hanya keluarga baru lagi di dapat. Mereka juga seperti merasakan mendapat guru baru (walaupun hanya sedikit berbeda dari guru–guru mereka di sekolah, anak–anak di sana awalnya tidak mengetahui bahwa para pengajar muda UIN suska Mengajar ini masih kuliah, tapi setelah di ceritakan dengan senyuman akhirnya mereka mengerti dan 100 % dari anak–anak ingin melanjutkan sekolah lebih tinggi lagi sesuai dengan cita- cita yang mereka inginkan) dengan lembut dan sedikit santai para pengajar muda yang mengajar mereka tetap dengan konsep belajar  sambil bermain, bukan hanya belajar secara serius yang akan menjadikan anak – anak bosan karena belajar seharian. Seperti perumpaan berikut kiranya menurut penulis, tapi tak tau lah apakah para pembaca setuju “happy fun and happy seriously”.. (Sok – sok bahasa inggris) , artinya kadang hidup di bawa bahagia dan kadang di bawa serius tohh….(kalau ada yang protes, saya hargai karena speaking english masih kurang) hehehe
Lihatlah senyum harapan si Ojiee , Salah satu anak di Dusun Lemang yang mempunyai kekurangan juga tetapi tidak pernah berhenti untuk data datang ke posko untuk belajar, hampir setiap hari wajah sang anak datang dan bercerita satu persatu dengan para pengajar muda. Disambut baik dan sembari memegang tangan saya berjumpa. Ketika di ajak untuk berkomunikasi hanya tersenyum, sangat jarang balasan komunikasi saya di jawab oleh ojiee… Lambat sekali daya tangkap berpikir dan untuk berkomunikasi saja agak susah, paling tidak dengan daerahnya yang di tinggalkan tapi semangat dari anak ini bisa menjadi acuan bagi anak–anak yang lain



Gambar : Oji, salah satu anak – anak suku melayu tua
(sumber : dok, Uin Suska mengajar)

Liat, lah semangat mereka para adik–adik kita di sana ketika telah mendapat hadiah- hadiah yang di imingi dari para pengajar muda Uin suska Mengajar jilid II, walaupun mereka ditinggalkan sebentar tetapi masih menunggu para pengajar muda untuk melanjutkan belajarnya..(ada – ada saja trik pengajar muda ini untuk meningkatkan semangat mereka)




Gambar : Anak – anak sibuk belajar , dengan ketentuan dan syarat dari pengajar muda (Latihan).. hehehe bilang saja mereka mau diskusi toh, ketangkap kamera juga…
Sumber : Dok, UIn Suska Mengajar
           

Balik lagi ke topik “wak saleh” nih.. Setelah pukul 14.00 wib – selesai,  akhirnya para anak – anak di sana mereka pulang karena mereka sebahagian ada yang permisi pulang untuk makan siang di rumah, dan ada juga sebagian  yang menyantap makan siang bersama rekan – rekan pengajar muda di posko Uin Suska mengajar dan ada juga sebahagian tidak (mungkin karena malu, maklum sajalah… heheh), sebagian dari mereka dengan membantu orang tua bekerja ataupun mencari ikan dengan cara menembak sambil mandi di sungai batang gansal yang dingin,sejuk dan top lah pokoknya…. Lirik “wak saleh” akhirnya Menjadi soundtrack hingga sampai sekarang ketika kami berkunjung seperti ada ciri khas bagi mereka, tapi ini hanya di dusun lemang dan jarang bagi dusun lain yang mengetahui lirik dan suka lagu ini.

Gambar : Keceriaan wajah anak – anak di sana yang belajar sambil bernyanyi di posko
Sumber  : Dok, UIN Suska mengajar

Salah satu pengajar muda bernyanyi, bermain gitar dengan anak – anak di sana. Tapi bukan tentang lagu “wak saleh”… rupanya belum terdokumentasi oleh saya. (sepertinya ada tapi tidak tahu di mana dokumentasinya) hehe

Bercerita sedikit tentang semangat, anak–anak di Rantau Lansat ini sangat luar biasa, untuk mendapatkan pendidikan mereka harus jalan kaki naik dan turun bukit di dalam hutan belantara, serta menyeberangi sungai untuk bisa sampai ke sanggar belajar dan sekolah dasar di Dusun Lemang. Kadang sebagian  mereka tidak mengenakan/menggunakana pakaian (seragam sekolah, sekarang sudah mulai ada) mereka sebelum akhirnya sampai ke sekolah. Bahkan ini bukan di alami oleh mereka saja tetapi masih ada terdapat di beberapa tempat yang ada di pelosok negeri ini, malahan derita yang mereka alami ini mungkin lebih keras lagi perjuangannya untuk mereka sampai ke sekolah daripada anak –anak di Rantau Lansat (hehehe tapi kita bahas desa ini saja dahulu) bisa lah para pembaca lihat – lihat di media tv nasional dalam beberapa acara pendidikan dan orang–orang pinggiran, dll.


Gambar : anak – anak Dusun Siamang yg setiap hari harus menyeberangi rakit dan berjalan kaki untuk bersekolah ke dusun lemang (SD N 004 Rantau Lansat)
Sumber : Dok, UIN Suska Mengajar

**
Salah satu program untuk meningkatkan motivasi anak – anak di Desa Rantau Lansat dalam mengajar, UIN Suska Mengajar Jilid II membuat suatu ruang belajar selain di dalam posko, yaitu Rumah Pintar. Pastinya para pembaca bisa mendefinisikan apa tujuan dari para pengajar muda UIN suska Mengajar untuk membuat “Rumah Pintar” ini. Bukan cuman cerita saja… ini kegiatan di posko untuk membuat rumah pintar yang berlokasi di depan posko nih.... :D  nihhh..lihat saja buktinya…

Gambar : penulis bersama  rekan pengajar muda lainnya membuat rumah pintar untuk belajar bersama anak – anak di sana
(sumber : dok Uin Suska Mengajar)

Ini bukan hanya sebagai simbolis tetapi motivasi dan dorongan bahwasanya banyak tempat dan ruang untuk belajar kalau kita mau untuk belajar. Untuk adik–adik kita di sana sebagai gambar kecil untuk mereka. Bahwa dengan gubuk yang sesederhana ini kita bisa ciptakan belajar sambil bermain yang kondusif sehingga tingkat motivasi menimba ilmu yang lebih dalam dan luas lagi bisa lebih daripada mereka yang harus di paksakan belajar pada saat berada di rumah saja.
Serta kepada para pembaca bisa membuat hal yang serupa dengan tempat para pembaca tinggal, misalnya yang sudah ada Rumah Baca, Gubuk Baca, Taman Bacaan, Perpustakaan Mini, Rumah Baca Pintar, Kita, Rumah Pena dan Kelana Muda serta lainnya. Pastinya para pembaca juga mempunyai ide- ide serta inovasi dan kreatifitas yang luar biasa melebihi saya sehingga kita bisa mengurangi para buta – buta huruf dan meningkatkan generasi – generasi yang cerdas sehingga ke depannya bangsa ini lebih baik. (saya tidak merasa sakit hati, malahan saya mengacungi jempol kepada para pembaca yang mau membuat kegiatan ini) hehehe


Kata ‘Pendidikan’ itu di awali dengan kata “Didik” artinya kita kita bisa mendidik.
Sementara kata ‘Pengajaran’ itu di awali dengan kata “Ajar” arti nya mengajar.
Kalau dua kata ini bisa di realisasikan kepada kehidupan masyarakat, mungkin bangsa ini akan lebih baik dan untuk generasi yang lebih bermartabat. (reza fahlepi)







“Berhentilah mengutuk, menyalahkan keadaan, menyempitkan lingkungan, kalau kita  belum mengabdi”







Terlalu banyak kenangan, kami di sana..
Kami, baru sadar selama ini hanya selalu mendengar dan menyakiti hati mereka…
Bodohnya…. kenapa tidak dari dahulu..
Kita sering menganggap sama dengan kita tanpa kita mau jenguk mereka…
Kita sering tidak adil kepada mereka, malahan memperlakukan mereka sebagai penghias di layar televisi..
Sia – sia tanpa bisa mengabdi, berbagi kepedulian bersama kalian wahai generasi dengan sejuta impian…
Wahai, sang pengajar muda…
Datang lah kepada mereka…

Safrizal hasbi

 




















[1] Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, Gajah Mada University Press,2006,hlm 50

0 comments:

Post a Comment